KABAREKONOMI.ID, BATAM – Bea Cukai Batam melalui tim patrolinya mengamankan aksi penyelundupan beberapa waktu lalu. Namun, Bea Cukai Batam memberlakukan asas ultimum remedium dalam pemberian sanksi.
Evi Octavia, Kepala Bidang Bimbingan Kepatuhan dan Layanan Informasi Kantor Pelayanan Utama (KPU) Bea dan Cukai Batam dalam keterangan tertulisnya mengatakan bahwa Bea Cukai Batam melaksanakan aturan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2021, tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan dan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 237 Tahun 2022 tentang Penelitian Dugaan Pelanggaran di Bidang Cukai.
Ultimum remedium merupakan salah satu alternatif penyelesaian perkara di bidang cukai. Dimana dalam proses penelitiannya, telah ditemukan dan dipenuhi minimal 2 alat bukti yang sah oleh adanya dugaan tindak pidana di bidang cukai yang diselesaikan dengan cara tidak dilakukan penyidikan dan membayar sanksi administratif berupa 3 kali nilai cukai yang seharusnya dibayar.
“Setiap pelanggaran yang terjadi, tentunya akan dikenakan sanksi sesuai aturan yang berlaku. Hanya saja dengan asas ultimum remedium, pengenaan sanksi berupa hukuman pidana dipertimbangkan sebagai opsi terakhir. Selain itu ultimum remedium juga hanya diberlakukan terhadap pasal tertentu,” tulis Evi Octavia.
Pelanggaran yang dimaksudnya, antara lain pelanggaran pada pasal 50 berupa pelanggaran perizinan, pasal 52 berupa pengeluaran barang kena cukai, pasal 54 berupa barang kena cukai yang tidak dikemas, pasal 56 berupa barang kena cukai yang berasal dari tindak pidana, dan pasal 58 berupa pelanggaran yang memperjualbelikan pita cukai.
“Dengan adanya asas ini, proses penyelesaian tindak pidana di bidang cukai bisa lebih cepat dan efisien. Disamping juga memberikan efek jera terhadap pelaku karena keuntungan yang didapat tidak sebanding dengan denda yang harus dikeluarkan. Terakhir, dari sisi penerimaan negara juga tentu akan meningkat,” lanjut Evi.
Merespon hal tersebut, Kepala Perwakilan Ombudsman Kepri Dr Lagat Parroha Patar Siadari menyayangkan hal tersebut. Menurutnya, sebagai institusi yang merupakan perpanjangan tangan dari Pemerintah Pusat di Daerah seharusnya tidak melakukan hal tersebut.
“Upaya Ultimun Remedium (UR) dalam kasus ini seharusnya menjadi prioritas proses penegakan hukumnya, mengingat dalam kasus ini tidak lagi hanya mengandur mensrea (niat jahat) tapi sudah terjadi Perbuatan Jahat yaitu OTT Penyelundupan barang yang dilarang keluar dari Kawasan,” tegasnya.
Oleh karena itu, tambahnya, pihaknya melihat BC Batam sudah sangat keliru dalam melakukan langsung pembebasan terhadap pelaku dengan hanya membayar denda dan sanksi administrasi.
“Karena ini sudah jelas-jelas peristiwa pidana,” tegasnya.
Prinsip penegakan hukum, tambahnya lagi, salah satu tujuannya adalah mencegah supaya peristiwa hukum yang sama itu tidak dilakukan oleh yang bersangkutan kembali atau pihak lain.
“Maka penegakkan hukum itu harus tegas disini. Kalau begini kan tidak tegas. Tidak menimbulkan soft terapi terhadap pelaku dan calon pelaku kejahatan yang sama. Maka akan bisa lagi terulang perbuatan kejahatannya lagi, karena nanti ujung-ujungnya dibebaskan atau negosiasikan lah dengan penyidik. Kan begitu,” tambahnya. (iman)