KABAREKONOMI.ID, Batam – Mayoritas bursa Asia-Pasifik dibuka di zona merah pada perdagangan Rabu (12/10/2022), di tengah kekhawatiran pasar akan makin membesarnya potensi resesi global. Hal ini tentunya bisa menjadi sinyal negatif bagi Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)
Indeks Nikkei 225 Jepang dan ASX 200 Australia dibuka di zona hijau pada hari ini. Indeks Nikkei 225 dibuka naik tipis 0,03%, sedangkan ASX 200 menguat 0,14%.
Sementara sisanya dibuka di zona merah. Indeks Hang Seng Hong Kong dibuka melemah 0,66%, Shanghai Composite China turun 0,1%, Straits Times Singapura terkoreksi 0,4%, dan KOSPI Korea Selatan terpangkas 0,21%.
Dari Korea Selatan, bank sentral (Bank of Korea/BoK) kembali menaikkan suku bunga acuannya pada hari ini.
BoK melakukan kenaikan suku bunga kedua dalam tiga bulan terakhir sebagai bentuk tanggapan atas pengetatan kebijakan moneter bank sentral Amerika Serikat (AS) yang agresif dan inflasi yang tinggi di dalam negeri.
BoK menaikkan suku bunga acuan 7-Day Repurchase Rate (7DRR) sebesar 50 basis poin (bp) menjadi 3,00%. Kenaikan suku bunga kali ini sama dengan kenaikan suku bunga seperempat poin persentase pada Agustus lalu setelah kenaikan setengah poin persentase pertama pada Juli lalu.
Sekiar 22 dari 25 analis yang disurvei oleh The Wall Street Journal (WSJ) memperkirakan BoK akan melanjutkan kenaikan suku bunga yang terlalu besar, dengan alasan kebutuhan mendesak untuk menanggapi laju kenaikan suku bunga bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang lebih cepat dari perkiraan dan masih tingginya inflasi di dalam negeri.
Pembuat kebijakan Korea Selatan telah khawatir tentang penurunan tajam won terhadap greenback, karena The Fed menaikkan suku bunga sebesar 75 bps pada masing-masing dari tiga pertemuan terakhirnya dan dapat membuat kenaikan suku bunga besar lainnya pada bulan November.
Won yang lebih lemah dapat mengambil risiko pelarian modal asing dari negara tersebut.
Sebelumnya, inflasi utama Korea Selatan melandai menjadi 5,6% pada September lalu, tetapi masih tetap jauh di atas target tahunan BoK di 2%.
Pejabat BoK memperkirakan inflasi masih akan tetap di atas 5% dalam waktu dekat. Sementara untuk inflasi rata-rata Korea Selatan mencapai 2,5% pada tahun 2021.
Bursa Asia-Pasifik yang secara mayoritas kembali melemah terjadi di tengah masih melemahnya mayoritas bursa saham AS, Wall Street pada perdagangan Selasa kemarin, meski indeks Dow Jones ditutup di zona hijau kemarin.
Indeks Dow Jones ditutup menguat 0,12% ke posisi 29.239,19. Namun dua indeks utama Wall Street lainnya masih terkoreksi. Indeks S&P 500 melemah 0,65% ke 3.588,84, dan Nasdaq Composite ambles 1,1% menjadi 10.426,19.
Tak hanya di pasar saham saja yang masih cenderung lesu, di pasar obligasi pemerintah AS, harganya pun melandai, ditandai dengan lonjakan imbal hasil (yield).
Yield surat utang pemerintah AS (US Treasury) tenor 10 tahun melonjak ke 3,947% pada penutupan perdagangan kemarin. Posisi tersebut adalah yang tertinggi sejak 27 September 2022.
Terpuruknya saham utamanya dipicu oleh isu resesi yang semakin santer terdengar. Pelaku pasar Wall Street kini menunggu data inflasi AS dari sisi konsumen (consumer price index/CPI) periode September yang akan keluar pada Kamis pekan ini.
Hari ini, mereka akan menunggu data inflasi dari sisi produsen (producer price index/PPI), sementara pada Jumat akan ada pengumuman indeks keyakinan konsumen (IKK).
Semua data tersebut akan menjadi pegangan pasar untuk membaca arah kebijakan The Fed yang akan menggelar rapat pada 1-12 November mendatang.
“Kondisi pasar saat ini sangat menyedihkan di tengah perlambatan ekonomi, ketidakpastian laporan keuangan, serta berapa lama kebijakan ketat The Fed. Sentimen penghindaran risiko (risk averson) juga meningkat tajam,” tutur chief investment officer The Bahnsen Group, David Bahnsen, kepada CNBC Internasional.
Kabar kurang menggembirakan juga datang dari Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF), di mana IMF memangkas pertumbuhan global pada 2023 menjadi 2,7% dari proyeksi di Juli sebesar 2,9%.
Namun, IMF masih mempertahankan proyeksi pertumbuhan global untuk 2022 di angka 3,2%. Pertumbuhan global sudah direvisi sebanyak tiga kali yakni pada April, Juli, dan Oktober.
Pemangkasan proyeksi dilakukan menyusul masih panasnya perang Rusia-Ukraina, perlambatan ekonomi China, lonjakan harga energi dan pangan, melambungnya inflasi serta tren kenaikan suku bunga acuan global. IMF juga mengingatkan jika sepertiga perekonomian dunia akan mengalami kontraksi pada tahun depan.
“Tiga kawasan dengan perekonomian terbesar yaitu AS, China, dan Eropa akan terus melambat. Yang terburuk belumlah terjadi sekarang ini karena banyak dari warga dunia yang akan merasakan resesi pada 2023,” tutur kepala ekonom IMF, Pierre-Olivier Gourinchas, dalam konferensi pers, Selasa malam waktu AS.
(cnbc)