KABAREKONOMI.ID, Batam – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja yang mengecewakan pada pekan ini, di tengah kabut hitam yang menyelimuti pasar pascaancaman resesi kembali menggemparkan pasar.
Sepanjang pekan ini, indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut merosot 3,02% secara point-to-point. Dalam sebulan terakhir, IHSG telah jatuh 4,94% namun masih mencatatkan penguatan 1,86% dalam tiga bulan terakhir.
Jika melihat data perdagangan sepekan, IHSG tak pernah mencatatkan penguatan. Di akhir perdagangan pekan ini, indeks jatuh nyaris 1% tepatnya 0,96% ke 6.814,53 pada perdagangan Jumat (14/10/2022).
Sepanjang pekan ini IHSG diperdagangkan di kisaran 6.814,53 – 7.026,66. IHSG dibanting semakin menjauhi level psikologis 6.900.
Selama sepekan, investor asing tercatat masih melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga mencapai Rp 796,09 miliar di seluruh pasar pada pekan ini.
Saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) menjadi saham yang paling besar nilai transaksinya pekan ini, yakni mencapai Rp 5,1 triliun. Sedangkan saham PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksi mencapai Rp 3,3 triliun dan saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) di posisi ketiga sebesar Rp 2,7 triliun.
Keajaiban dari Wall Street semalam seolah tak bisa membuat IHSG berseri hari ini. Padahal indeks saham Wall Street ditutup menguat lebih dari 2% semalam.
Isu resesi memang masih mengguncang bursa saham global, termasuk IHSG pasca CEO JPMorgan, Jamie Dimon di awal pekan telah memperkirakan AS akan jatuh ke jurang resesi dalam 6-9 bulan ke depan atau pada 2023. AS tidak hanya mengalami perlambatan ekonomi ringan tetapi mengarah ke kondisi yang serius.
Nomura juga memperkirakan ekonomi AS akan segera memasuki resesi pada kuartal IV-2022. Resesi diproyeksi akan berlangsung selama lima kuartal sehingga akan berlanjut sepanjang 2023.
Selain itu, sentimen datang dari Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan inflasi AS mencapai ke 8,2% (year-on-year/yoy) pada September.
Laju inflasi memang lebih rendah dibandingkan pada Agustus yang tercatat 8,3% (yoy) tetapi masih di atas ekspektasi pasar yakni 8,1% (yoy). Secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi tercatat 0,4% pada September atau meningkat dibandingkan pada Agustus yang tercatat 0,1%. Inflasi inti menyentuh 6,6 % (yoy) pada September, level tertingginya sejak 1982 atau 40 tahun terakhir.
Data inflasi membuat pelaku pasar menghapus harapan mereka jika The Fed akan melonggarkan kebijakan moneter dalam waktu dekat. Namun, pelaku pasar juga mulai meyakini jika inflasi AS sudah mencapai puncaknya dan akan terus melandai ke depan.
Kendati demikian, masih ada banyak sentimen negatif yang masih membayangi pasar mulai dari kisruh di pasar obligasi Inggris, muramnya perekonomian China, hingga ekspektasi berlanjutnya kebijakan hawkish bank sentral Amerika Serikat (AS) The Federal Reserve (The Fed).
Sebagian pelaku pasar lagi masih saja khawatir bahwa The Fed akan melanjutkan kebijakan hawkish-nya setelah risalah pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC) September lalu keluar pada Kamis.
Dalam risalah tersebut, pejabat The Fed menegaskan sikapnya untuk membawa inflasi ke kisaran 2%. The Fed tidak mau mengambil risiko dengan terlambat memerangi inflasi karena ongkosnya bisa lebih mahal. Bank sentral AS pun akan terus menaikkan suku bunga sampai inflasi bergerak di kisaran target mereka.
Partisipan melihat jika inflasi masih terlalu tinggi dan menggarisbawahi pentingnya stance kebijakan tegas selama mungkin jika diperlukan. Pengalaman sejarah menunjukkan bahayanya mengakhiri kebijakan ketat secara prematur,” tulis risalah FOMC, dikutip dari website The Fed.
Di sisi lain, ada kabar baik datang dari Indonesia di mana IMF juga mempertahankan proyeksi ekonomi Indonesia untuk tahun ini sebesar 5,3%. Namun, lembaga moneter internasional ini ternyata kembali memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi dari 5,2% menjadi 5% pada 2023.
Selain itu, ada juga sentimen penjualan mobil domestik. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) melaporkan penjualan mobil nasional September 2022 mencapai 99.986 unit. Jumlah tersebut melonjak 19% dibandingkan periode September 2021 yang tercatat sebanyak 84.113 unit.
Penjualan bulan September ini juga merupakan rekor baru sejak awal tahun 2022, bahkan sejak awal tahun 2021.
Lonjakan penjualan mobil pada September menjadi sinyal positif bagi perekonomian Indonesia.Penjualan mobil dan semen adalah indikator pergerakan konsumsi masyarakat Indonesia. Namun nyatanya belum bisa membawa IHSG ke zona hijau.
Kendati ekonomi Indonesia masih solid, tetapi ancaman global membuat aset-aset berisiko masih cenderung dijauhi oleh investor.
(**)