KABAREKONOMI.ID – Bank Indonesia (BI) memandang di tengah Bank Sentral Amerika Serikat akan masih aggressive untuk menaikkan suku bunga. Artinya dolar AS masih akan menguat terhadap seluruh mata uang di Indonesia, tak terkecuali rupiah.
Kepala Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia, Edi Susianto menjelaskan, faktor utama yang mendorong melemah lebih dalam, adalah masih dipengaruhi sentimen penguatan dolar AS.
“Dolar Amerika Serikat menguat hampir terhadap seluruh mata uang, baik mata uang negara utama, maupun sebagian besar mata uang emerging market (pasar negara berkembang),” jelas Edi kepada CNBC Indonesia, Senin (31/10/2022).
Indeks dolar AS atau USDX, kata Edi terus menguat sejak April 2022 yang saat ini masih berada pada angka 97, kemudian terus meningkat hingga September dalam posisi 114,7, dan saat ini berada pada kisaran 110,89.
Ditambah saat ini, agresivitas kebijakan moneter, terutama The Fed dan bank sentral utama di Eropa juga masih akan aggressive menaikan suku bunga acuan.
Pun, kata Edi yang sedang terjadi saat ini, para pelaku pasar atau investor tengah mencari safe haven alias tempat aman untuk menaruh dolarnya.
“Ini kenapa dolar Amerika mengalami penguatan, jadi bukan hanya rupiah yang melemah, tapi yang lainnya kalau boleh dibilang, hampir semuanya mengalami pelemahan,” jelas Edi.
Oleh karena itu, di tengah bank sentral negara maju, terutama The Fed yang diperkirakan akan aggressive menaikan suku bunga acuannya, rupiah pun berpotensi masih akan terus melemah.
“Berpotensi (melemah) yes, ada potensi ke arah sana. Tapi peluang mata uang lainnya melemah pun berpotensi besar, karena sentimennya penguatan dolar AS. Ini yang perlu kita tekankan menurut hemat saya,” kata Edi lagi.
Mengacu pada data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,11% ke Rp 15.565/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan pelemahannya sebesar 0,24% ke Rp 15.585/US$ pada pukul 11:10 WIB.
Pada penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.595/US$ melemah 0,3% di pasar spot. Rupiah masih saja belum beranjak dari level tertingginya selama 2,5 tahun terakhir. Artinya, sentimen negatif masih terus membayangi pasar keuangan tanah air.