Kabarekonomi.id – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menyatakan belum siap menghadapi kenaikan harga BBM subsidi. Apindo masih ingin mendengar solusi yang ditawarkan pemerintah dalam meringankan dampaknya, khususnya terkait inflasi.
Wakil Ketua Umum Apindo Shinta Widjaja Kamdani mengatakan pihaknya mengerti bahwa saat ini pemerintah sedang dalam tekanan untuk menaikan harga BBM bersubsidi. Namun ia menyarankan agar pemerintah bisa menaikan harga BBM bersubsidi dalam waktu yang tepat.
“Kami mengerti mengapa subsidi harus diangkat? Namun apakah waktunya tepat saya rasa ini yang selalu menjadi pertanyaan,” ucap Shinta.
Kalangan pengusaha menilai pemerintah harus memberikan solusi yang tepat dalam mengantisipasi kenaikan harga BBM bersubsidi, baik untuk sektor dunia usaha sebagai produsen, maupun kepada masyarakat sebagai konsumen.
“Saat ini pemerintah mencoba mengatakan kelihatanya tidak ada pilihan tetapi kita coba untuk mempersiapkan insentif untuk membantu pelaku. Mungkin di sini kita harus saling kompromi jalan keluarnya apa? Kalau ditanya, kami gak siap sekarang, kami coba mendengar apa insentif yang disajikan pemerintah,” kata Shinta.
Dengan kondisi tingginya anggaran subsidi dan kompensasi energi sebesar Rp 502 triliun maka bisa berdampak pada kondisi fiskal. Oleh karena itu pemerintah mengambil dua langkah yaitu menambah utang negara untuk anggaran subsidi atau harus melakukan evaluasi kebijakan tersebut agar bisa berjalan efektif.
“Untuk masyarakat yang tidak terlalu terpengaruh terhadap kenaikan harga BBM bersubsidi tentunya harus dipisah sehingga pemberian subsidi bisa lebih tepat sasaran dan bisa lebih efektif. Baru-baru ini terulang kembali kekhawatiran kepada inflasi dan kekhawatiran terhadap harga BBM. Sebetulnya ini sudah dialami berkali-kali bahwa yang namanya BBM dan inflasi sangat dinamis,” ucap Ketua Umum Apindo Hariyadi Sukamdani dalam Rapat Kerja dan Konsultasi Nasional (Rakerkonas) Apindo di Hotel JS Luwansa,Jakarta pada Selasa (30/8/2022).
Kenaikan harga BBM bersubsidi dikhawatirkan bisa berdampak ke inflasi. Mengenai inflasi, Hariyadi mengatakan penyebab utama inflasi saat ini adalah kenaikan harga bahan pokok makanan. Sebab pengelolaan bahan baku makanan berjalan optimal. Hal ini juga menjadi pekerjaan rumah bagi pengusaha untuk menyiapkan substitusi produk impor. Pemerintah dan pengusaha harus bersinergi untuk mencari jalan keluar dari tingginya jumlah impor tersebut
“Ini juga menjadi PR kita karena sampai hari ini kita sebagai pengusaha ternyata belum bisa memenuhi secara keseluruhan substitusi impor. Susu yang diperlukan oleh generasi penerus kita, 80% masih impor. Begitu juga dengan bawang yang masih impor. Belum lagi yang terkait dengan bidang peternakan, sampai hari ini kita masih impor daging sapi,” kata Hariyadi. (beritasatu)