KABAREKONOMI.ID, Batam – Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali ditutup menghijau pada perdagangan Rabu (2/11/2022), jelang pengumuman kebijakan suku bunga terbaru bank sentral Amerika Serikat (AS).
Indeks Hang Seng Hong Kong ditutup melejit 2,41% ke posisi 15.827,17, Shanghai Composite China melesat 1,15% ke 3.003,37, Straits Times Singapura menguat 0,34% ke 3.141,13, ASX 200 Australia naik 0,14% ke 6.986,7, dan KOSPI Korea Selatan naik tipis 0,07% menjadi 2.336,87.
Namun untuk indeks Nikkei 225 Jepang dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir di zona merah pada hari ini. Nikkei turun tipis 0,06% ke 27.663,39 dan IHSG berakhir melemah 0,52% menjadi 7.015,69.
Perdagangan bursa Hong Kong ditutup lebih awal karena adanya Sinyal Badai No 8 untuk siklon tropis Nalgae yang mendekati wilayah tersebut. Sinyal Badai atau Badai Barat Laut No. 8 ini dikeluarkan pada pukul 13.40 waktu setempat.
Berdasarkan pedoman di situs web Bursa Efek Hong Kong, perdagangan akan berakhir 15 menit setelah dikeluarkannya sinyal badai tersebut.
“Tidak akan ada sesi pre-closing jika perdagangan utama belum dilanjutkan pada pukul 15:45 (untuk perdagangan sehari penuh) atau 11:45 (untuk perdagangan setengah hari),” kata pemberitahuan itu.
Dari Korea Selatan (Korsel), inflasi sepanjang Oktober 2022 tercatat sebesar 5,7% secara tahunan (year-on-year/yoy), di atas ekspektasi para ekonom sebesar 5,6%.
Mengutip data dari Statistics Korea yang dirilis hari ini, inflasi itu naik dari realisasi bulan sebelumnya sebesar 5,6% (yoy).
“Ini sejalan dengan pandangan kami bahwa inflasi telah melewati puncaknya, dan saya pikir Bank of Korea akan lebih memperhatikan kondisi pasar kredit dan prospek kebijakan AS,” kata Park Sang-hyun, ekonom di HI Investment & Securities, dikutip Reuters.
Adapun, secara bulanan (month-to-month/mtm), inflasi Negeri Ginseng pada Oktober sebesar 0,3%, menyamai catatan sebulan sebelumnya, namun di atas ekspektasi sebesar 0.2%.
Sementara itu, inflasi inti, yang tidak termasuk harga makanan dan energi yang bergejolak, naik ke 4,2% (yoy), dari sebelumnya sebesar 4,1% pada September 2022 untuk menandai kenaikan tercepat sejak Desember 2008.
Bank sentral Korea Selatan (Bank of Korea/BoK), yang telah menaikkan suku bunga kebijakan dengan gabungan 250 basis poin (bp) sejak pertengahan tahun lalu dari rekor terendah 0,5%, akan bertemu pada 24 November untuk menetapkan suku bunga terbarunya.
Baik Kementerian Keuangan Korsel maupun BoK menyatakan inflasi akan tetap tinggi untuk beberapa waktu ke depan.
Bank sentral Negeri Ginseng tersebut mengatakan dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan setelah pertemuan internal para pejabat bahwa mereka memperkirakan inflasi akan tetap pada level 5% hingga kuartal pertama tahun depan, meskipun tingkat ketidakpastiannya tinggi.
Sementara itu dari Jepang, Gubernur bank sentral Jepang (Bank of Japan/BoJ) dan anggotanya sepakat bahwa mereka akan terus melanjutkan pelonggaran moneter skala besar.
Seorang anggota BoJ mengatakan bahwa sikap dovish harus berlanjut bahkan jika inflasi meningkat dalam jangka pendek, selama ekspektasi tetap rendah.
Kebijakan moneter BoJ menargetkan stabilitas harga bukan nilai tukar mata uang asing dan kebijakan itu harus “dengan hati-hati menjelaskan” perlunya mempertahankan sikap saat ini.
Beberapa anggota mengatakan bahwa ekspansi sektor pariwisata menjadi salah satu cara untuk mendapatkan keuntungan dari pelemahan yen.
Secara terpisah, Gubernur BoJ Haruhiko Kuroda mengatakan dihadapan parlemen bahwa kebijakan pengendalian kurva imbal hasil (yield) dapat disesuaikan di masa depan.
“Jika target inflasi 2% masih tercapai, maka kontrol kurva imbal hasil yang lebih fleksibel bisa menjadi pilihan,” kata Kuroda.
Cerahnya lagi bursa Asia-Pasifik terjadi di tengah masih tingginya volatilitas di aset-aset berisiko. Volatilitas yang tinggi tecermin dari pergerakan berfluktuasi, terutama di pasar saham AS.
Namun pada hari ini, pelaku pasar masih terus berekspektasi bahwa bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) akan mulai menurunkan kadar hawkish-nya melihat kondisi ekonomi AS yang diramal bakal terguncang resesi.
Pada rapat edisi November tahun ini, The Fed diperkirakan masih akan mengerek naik suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 4%.
Rasanya masih terlalu dini untuk berekspektasi lebih pada kondisi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini.
Respons pasar juga masih sangat reaktif terhadap berbagai kemungkinan yang ada termasuk jatuhnya ekonomi global ke jurang resesi dan krisis keuangan yang menjadi momok menyeramkan.