KABAREKONOMI.ID, Jakarta – Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menanggapi kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri pada 2016-2022 yang sedang diusut Kejaksaan Agung (Kejagung).
Menurutnya penetapan kebutuhan impor sudah transparan dan sesuai prosedur.
Juru Bicara Kementerian Perindustrian sekaligus Staf Khusus Menteri Perindustrian Bidang Pengawasan, Febri Hendri Antoni Arif mengatakan perhitungan kebutuhan garam sebagai bahan baku dan bahan penolong bagi sektor industri berdasarkan surat pengajuan dari asosiasi industri.
Penetapan kuota impor juga dilakukan pembahasan lintas Kementerian/Lembaga di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
“Artinya penetapan kebutuhan impor garam untuk industri sudah transparan, sesuai prosedur dan menggambarkan kebutuhan sektor industri manufaktur secara keseluruhan, baik yang membutuhkan garam dari impor maupun dari lokal seperti sektor industri tekstil, penyamakan kulit, dan lainnya,” kata Febri dalam keterangannya, Senin (10/10/2022).
Febri menyebut pihaknya juga selalu berkoordinasi dengan Bareskrim POLRI dan melakukan rapat terbatas dengan Wakil Presiden. Dia mencontohkan rekomendasi dari Kemenperin maupun Persetujuan Impor (PI) yang diterbitkan Kementerian Perdagangan sebesar 3,16 juta ton pada 2018.
“Di bawah angka kebutuhan 3,7 juta ton. Sedangkan realisasi impor pada 2018 itu sebesar 2,84 juta ton,” ucapnya.
Febri menjelaskan penggunaan garam impor diverifikasi oleh lembaga independen pada saat verifikasi untuk kebutuhan tahun berikutnya. Selain itu, perusahaan menyampaikan laporan kepada Kemenperin setiap triwulan.
“Realisasi impor pada kenyataannya selama ini selalu lebih kecil daripada PI yang diterbitkan karena industri pun tidak akan melakukan impor jika memang tidak memerlukan impor. Sedangkan PI tersebut merupakan rencana dari industri,” paparnya.
Febri mengaku pihaknya mendukung proses penegakkan hukum perihal impor garam industri yang sedang dilakukan Kejagung saat ini. Terlepas dari itu, rekomendasi impor yang dikeluarkan Kemenperin tetap berdasarkan kuota yang telah ditetapkan Rakortas di bawah Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
Jika ada realokasi maupun tambahan kuota, tetap dilakukan berdasarkan Rakortas dan rekomendasi Kemenperin sebagai acuan Kemendag dalam penerbitan PI. Hal ini supaya perubahan tersebut tidak melebihi kuota yang telah ditetapkan dalam Rakortas.
Jika dalam pelaksanaannya ditemukan rembesan atau penyalahgunaan, hal ini merupakan tanggung jawab dari pelaku usaha sesuai aturan Permenperin 34 Nomor 2018 tentang Tatacara Pemberian Rekomendasi Impor Komoditas Pergaraman sebagai Bahan Baku dan Bahan Penolong Industri. Menurut peraturan tersebut, pelaku usaha akan dikenai sanksi tidak memperoleh rekomendasi untuk tahun berikutnya.
(**)