Home » Ego Sektoral, Jadi Permasalahan Akan Sulitnya Mengurai Polemik Lahan di Batam

Ego Sektoral, Jadi Permasalahan Akan Sulitnya Mengurai Polemik Lahan di Batam

by Tia
Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Batam Nuryanto

Catatan: NURYANTO SH MH
KETUA DPRD BATAM, POLITISI PDI PERJUANGAN

Kota Batam merupakan sebuah pulau dalam gugusan Kepulauan Riau dan merupakan pulau di antara 329 pulau yang terletak antara Selat Malaka dan Singapura yang secara keseluruhan membentuk wilayah Batam.

Langkanya catatan tertulis tentang pulau ini, di mana hanya ada satu literatur yang menyebut nama Batam, yaitu Traktat London yang mengatur pembagian wilayah kekuasaan antara Belanda dan Inggris. Namun, menurut para pesiar dari China, pulau ini sudah dihuni sejak 231 M ketika Singapura masih disebut Pulau Ujung.

Sebelum mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat, Batam merupakan sebuah pulau kosong berupa hutan belantara yang nyaris tanpa denyut kehidupan. Namun, terdapat beberapa kelompok penduduk yang lebih dahulu mendiami pulau ini. Mereka berprofesi sebagai penangkap ikan dan bercocok tanam.

Mereka sama sekali tidak banyak terlibat dalam mengubah bentuk fisik pulau ini yang merupakan hamparan hutan belantara.

Meski usia Batam saat ini sudah berusia 193 tahun, namun awal bergeliat pembanguna diawali pada tahun 1970-an, Batam mulai dikembangkan sebagai basis logistik dan operasional untuk industri minyak dan gas bumi oleh Pertamina.

Kemudian berdasarkan Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 41 Tahun 1973, pembangunan Batam dipercayakan kepada lembaga pemerintah yang bernama Otorita Pengembangan Daerah Industri Pulau Batam atau sekarang dikenal dengan Badan Pengusahaan Batam (BP Batam).

Dalam rangka melaksanakan visi dan misi untuk mengembangkan Batam, maka dibangun berbagai infrastruktur modern yang berstandar internasional, serta berbagai fasilitas lainnya, sehingga diharapkan mampu bersaing dengan kawasan serupa di Asia Pasifik.

Beberapa tahun belakangan ini telah digulirkan penerapan Kawasan Perdagangan Bebas Batam, Bintan, dan Karimun (BBK) yang mengacu pada Undang-Undang Nomor 36 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas dan kemudian diubah beberapa kali melalui Perppu, sehingga diundangkan menjadi Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2007.

Ada juga Undang-Undang 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Menjadi Undang-Undang, dan masih banyak peraturan perundangan lainnya yang berkaitan dengan FTZ Batam.

Baca Juga