KABAREKONOMI.ID, Yogyakarta – Group of Twenty (G20) EMPOWER Presidensi Indonesia menggelar Plenary Meeting kedua di Yogyakarta, pada tanggal 17-19 Mei 2022.
Pada pertemuan ini, upaya percepatan dalam mendorong kontribusi peran perempuan untuk menggerakkan pertumbuhan ekonomi, antara lain melalui Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) menjadi salah satu fokus utama.
Hal ini merujuk pada proyeksi World Economic Forum bahwa dibutuhkan 135 tahun lagi untuk menutup ketimpangan gender jika negara-negara di dunia tidak melakukan perubahan terhadap posisi perempuan dalam pembangunan ekonomi.
Sebanyak ratusan peserta hadir dalam pertemuan ini, antara lain dari Amerika Serikat, Argentina, Brasil, Australia, Kanada, Meksiko, Turki, Indonesia, Korea Selatan, Jepang, China, Jerman, Inggris, India, Arab Saudi, Afrika Selatan, Italia, Indonesia, Prancis, Rusia, ditambah Uni Eropa.
Empat menteri hadir sebagai pembicara, yaitu Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayogya, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki, Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, serta Menteri BUMN, Erick Tohir. Turut hadir juga Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubowono X.
Chair G20 EMPOWER yang juga merupakan Direktur & Chief Strategic Transformation & IT Officer XL Axiata, Yessie D. Yosetya menyebutkan bahwa fokus pertemuan ini sejalan dengan tema besar G20 Presidensi Indonesia 2022 “Recover Together, Recover Stronger” dan tema utama kedua G20 Empower 2022 yaitu Mendorong Peran UMKM milik perempuan sebagai penggerak ekonomi.
“Agenda utama pertemuan kedua G20 EMPOWER ini adalah membahas urgensiperan perempuan dalam UMKM sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi. Pemerintah dan kalangan usaha swasta perlu mendorong penerapan kebijakan dan praktik lebih jauh sebagai dukungan kepada UMKM milik perempuan agar mampu menghadapi segala tantangan yang ada,” jelas Yessie.
Hadir dalam pertemuan ini, perwakilan dari sejumlah organisasi nasional dan internasional yang memiliki perhatian lebih pada pengembangan UMKM, salah satunya adalah Céline Kauffmann selaku Head of Entrepreneurship, SMEs & Tourism Division OECD (Organisation for Economic Co-operation and Development) in OECD Centre for Entrepreneurship, SMEs, Regions and Cities. Céline Kauffmann akan mengangkat beberapa isu, antara lain seputar lanskap UKM perempuan saat ini yang terdiri atas tren, dan perkembangan yang bisa ditemukan di berbagai negara saat ini, serta tantangan yang dihadapi oleh UMKM perempuan di seluruh negara G20.
Menurut Co-Chair G20 EMPOWER yang menjabat sebagai COO sekaligus salah satu pemilik PT. Infinite Berkah Energi & WKU Bidang Penelitian, Pengembangan, dan Ketenagakerjaan IWAPI, Rina Prihatiningsih, hasil dari pertemuan kedua G20 EMPOWER beserta dengan hasil dari pertemuan pertama dan ketiga nanti akan menjadi bagian dari komunike untuk G20 EMPOWER Presidensi Indonesia.
Hasil yang diharapkan dari pertemuan di Yogyakarta ini antara lain adalah, pertama rancangan rekomendasi tindakan yang harus diambil oleh sektor swasta untuk mendukung pertumbuhan UMKM Perempuan.
Kedua, rancangan dukungan yang diminta dari pemerintah atau pemangku kepentingan lainnya untuk mempercepat pertumbuhan UMKM perempuan.
Selain itu, pertemuan G20 EMPOWER kali ini diharapkan dapat memberikan nilai tambah di luar berbagai rekomendasi yang diberikan. Pertama, membuka wawasan berbagai kalangan, terutama pemerintah dan swasta tentang pentingnya peran dan kepemimpin perempuan dalam usaha kecil dan menengah.
Kedua, mengidentifikasi dukungan yang dibutuhkan dari pemerintah untuk merealisasikan komitmen dan rencana aksi dari sektor swasta. Ketiga, perlunya melakukan ideasi dengan Advocate G20 EMPOWER terkait bentuk dan rencana aksi yang dapat dilakukan sektor swasta mengenai penumbuhan UMKM yang dipimpin oleh perempuan.
Masih dalam rangkaian plenary meeting kedua G20 EMPOWER ini, juga dilaksanakan pertemuan yang membahas mengenai membangun kembali produktivitas kaum perempuan pascapandemi.
Pembahasan akan berkisar pada mengapa pemerintah perlu untuk meningkatkan kembali produktivitas perempuan pascapandemi, serta bagaimana sektor swasta dapat mendorong produktivitas perempuan pascapandemi tersebut. Tampil sebagai pembicara antara lain perwakilan dari pemerintah Italia, Korea Selatan, serta Kanada.
Selain itu, juga akan tampil membagikan pengalaman adalah W20 Co-Chair Dian Siswarini, serta pembicara dari Singapura dan Argentina.
Mengundang sekitar 30 CEO Indonesia
Pada pertemuan di Yogyakarta ini, Menteri PPPA dijadwalkan akan melangsungkan dialog interaktif dengan para G20 EMPOWER Advocates.
Selain itu, juga dilaksanakan pengenalan peran dan aktivitas G20 EMPOWER serta berbagi pengalaman dari perwakilan delegasi/advocate G20 EMPOWER. Para advocates ini adalah para pemimpin perempuan yang bertindak sebagai pengambil keputusan pada suatu perusahaan atau lembaga yang berkomitmen untuk mencapai visi misi G20 EMPOWER dalam keseteraan gender dan pemberdayaan perempuan di dalam perusahaan hingga lingkungan mereka.
Dalam pertemuan ini, ada sekitar 30 advocates baru signing pledge G20 EMPOWER yang terdiri dari perusahaan swasta dan BUMN yang berkomitmen kepada G20 EMPOWER melalui pelibatan praktik terbaik para pemimpin Perempuan Indonesia di perusahaannya masing-masing.
G20 EMPOWER merupakan salah satu inisiatif di dalam kepresidenan G20 yang mengusung aliansi pemimpin sektor swasta dan pemerintah untuk bersama-sama mengadvokasi dan mendukung kemajuan perempuan dalam posisi kepemimpinan di sektor swasta dan publik.
Kementerian PPPA bersama dengan XL Axiata dan IWAPI menjadi focal point dalam mempromosikan pentingnya kepemimpinan perempuan dalam dunia usaha melalui G20 EMPOWER. Melalui aliansi ini Indonesia ingin mempromosikan praktik baik dari perusahaan maupun pemerintah dalam mendorong kepemimpinan perempuan. Indonesia juga telah memiliki advocate dari sektor privat yang terlibat dalam mempromosikan peran kepemimpinan yang berperspektif gender dalam perusahaan.
Beberapa praktik baik yang telah didorong oleh Advocate G20 EMPOWER Indonesia melalui perusahaan yang dijalankannya, diantaranya adalah mengembangkan pelaporan responsive gender dalam perusahaan untuk mengidentifikasikan jumlah keterwakilan perempuan dalam posisi pimpinan, managerial perusahaan hingga proses perekrutan; menciptakan employment assistant program untuk memberikan dukungan psikologis kepada pegawai termasuk yang mengalami kekerasan dan pelecehan; menyediaakan fasilitas memadai bagi perempuan; memberikan program training dan mentoring serta pelatihan untuk meningkatkan ketrampilan pegawai perempuan; serta Menyusun regulasi dan kebijakan perusahaan terkait lainnya untuk mendorong keterwakilan dan peran perempuan dalam perusahaan.(xla)