KABAREKONOMI.ID, BATAM – Praktik politik uang dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) se-Provinsi Kepri menjadi perhatian serius semua pihak. Mengingat, hal ini sangat merusakan tatanan demokrasi.
Untuk itu, masyarakat diminta untuk bisa mengambil peran dalam memilih calon-calon pemimpin yang sesuai dengan kualitas dan integritas, bukan karena uang yang ditawarkan.
Hal tersebut diungkapkan sejumlah narasumber dalam sosialisasi Pendidikan Pemilih dan Partisipasi Masyarakat dalam Pemilihan Kepala Daerah, yang digelar Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Provinsi Kepri yang digelar di Ballroom Asialink Hotel Pelita Batam beberapa waktu lalu.
Bahkan Denny Siallagan, narasumber dalam sosialisasi mengajak masyarakat untuk bersama-sama menolak politik uang, demi menghasilkan pemimpin kualitas dan berintegritas
“Politik uang dapat merusak proses demokrasi karena mengurangi kesempatan bagi calon pemimpin yang berkompeten untuk dipilih secara adil. Ia menegaskan bahwa politik uang hanya memberikan keuntungan sesaat tetapi berdampak buruk bagi masa depan daerah,” tegasnya.
Denny juga menegaskan tingkat kompetisi yang tinggi secara linier akan berpengaruh terhadap potensi tingginya praktik politik uang.
Berdasarkan Hasil rilis exit poll Indikator menunjukan bahwa, pemilih yang permisif atau menerima politik uang sebagai hal yang wajar pada pemilu 2024 mencapai 46,96% atau hampir dari separuh jumlah pemilih.
Dan jumlah ini meningkat dari Pemilu 2019, dimana jumlah pemilih yang permisif terhadap politik uang sebesar 33 persen.
“Selain itu, politik uang juga dapat mempengaruhi pilihan politik warga. Bahkan tercatat, sebanyak 35,1 persen pemilih mengaku akan memilih kandidat yang memberikan uang atau hadiah. Jumlah ini meningkat tiga kali lipat dari pemilu 2019 di mana pemilih yang terpengaruh politik uang hanya pada kisaran 10,2%,” tegasnya.
Hal senada juga diungkapkan Dr. H. Ngaliman, SE, M.S.i, Dosen Universitas Batam yang juga Aktivis Kepemiluan menegaskan bahwa jika masyarakat menginginkan adanya perubahan dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) yang berlangsung adil dan jujur, sehingga menghasilkan pemimpin yang berkualitas tentunya praktik-praktik politik uang harus dihindari. Dan menetapkan pilihan tanpa harus mengandalkan politik uang.
“Untuk itu, masyarakat harus paham dan sadar akan bahaya dari praktik uang ini. tidak saja akan menimbulkan ketidakadilan dalam proses pemilihannya, namun juga akan menimbulkan praktik korupsi nantinya. Jadi, jangan bermimpin korupsi bisa diberantas jika masyarakat permisif dengan politik uang,” terangnya.
Oleh karena itu, pendidikan Politik menjadi sebuah keharusan. Mengingat, proses pembelajaran dan pemahaman tentang hak, kewajiban, dan tanggung jawab setiap warga negara dalam kehidupan berbangsa dan bernegara sangat penting.
“Warga negara harus diberikan edukasi, agar mereka dapat mengikuti proses pemilu dengan baik. Dan tidak memilih calon dengan menuntut pemberian material. Untuk itu,sosialisasi ini sangat penting,” tegasnya. (iman)