KABAREKONOMI.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup menguat pada penutupan perdagangan sesi I Kamis (3/11/2022), di mana IHSG sempat terlempar dari zona psikologis 7.000 pada awal perdagangan sesi I hari ini.
Indeks bursa saham acuan Tanah Air tersebut ditutup menguat 0,25% ke level 7.033,42 pada penutupan perdagangan sesi I hari ini.
Pada awal perdagangan sesi I hari ini, IHSG dibuka melemah 0,29% di 6.995,58. Namun sekitar pukul 09:30 WIB, IHSG berhasil berbalik arah ke zona hijau dan sempat menembus level tertinggi intraday-nya di 7.050,38. Setelah itu, pergerakan IHSG cenderung volatil namun berhasil bertahan di zona hijau.
Nilai transaksi IHSG pada perdagangan sesi I hari ini sudah mencapai sekitar Rp 7 triliun, dengan 252 saham menguat, 256 saham melemah, dan 163 saham stagnan.
Dari sisi nilai transaksi, saham PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) memimpin dengan total nilai transaksinya mencapai Rp 483,4 miliar. Sedangkan saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menyusul di posisi kedua dengan nilai transaksinya mencapai Rp 354,5 miliar.
Saham TLKM ambles 1,42% ke posisi Rp 4.160/unit pada perdagangan sesi I, sedangkan saham ITMG melonjak 4,11% menjadi Rp 43.650/unit.
Semalam, bursa saham Amerika Serikat (AS), Wall Street bergerak sangat volatil. Indeks saham acuan sempat menguat akan tetapi berakhir dengan pelemahan tajam, setelah bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) kembali menaikkan suku bunga acuannya.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup ambles 1,55%, S&P 500 ambruk 2,5%, dan Nasdaq Composite anjlok 3,36%.
The Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bp) menjadi 4%. Hal ini sesuai dengan perkiraan pasar.
Namun sayangnya respons harga aset keuangan terutama yang berisiko seperti saham masih merespons negatif meski ada sinyal kalau The Fed tidak akan se-agresif sekarang dalam menaikkan suku bunga acuan ke depan.
“Peningkatan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai,” kata bank sentral AS pada akhir pertemuan kebijakan dua hari terakhirnya.
“Dalam menentukan laju kenaikan di masa depan dalam kisaran target, Komite (Pasar Terbuka Federal) akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambatan di mana kebijakan moneter memengaruhi aktivitas ekonomi. dan inflasi, dan perkembangan ekonomi dan keuangan.”
Komentar dari The Fed dan Ketua Jerome Powell akan memainkan peran kunci penentu arah pergerakan saham dalam beberapa bulan ke depan.
“Kelanjutan reli akhir tahun bergantung pada Fed yang menyampaikan narasi pivot,” tulis Emmanuel Cau dari Barclays dalam sebuah catatan kepada klien Rabu, mengutip CNBC International.
“Peak hawkishness mungkin memicu lebih banyak FOMO, tetapi jangan disamakan dengan dovish, karena bank sentral terus berjalan di garis yang bagus. Pemangkasan suku bunga telah menjadi prasyarat bagi ekuitas untuk memulai reli baru di masa lalu – tetapi kita belum sampai di sana.” Pungkasnya.
Selain The Fed, pelaku pasar juga mencermati perkembangan ekonomi China yang masih dibayangi dengan perlambatan.
Penurunan kinerja sektor properti tersebut membuat ekonomi China dibayangi oleh perlambatan yang nyata. Goldman Sachs menyebut bahwa kontribusi sektor real estate di China diperkirakan mencapai 18%-30% dari PDB.
Kondisi yang meprihatinkan di sektor properti ditambah dengan dengan kebijakan China yang ekstrem yaitu zero covid policy membuat perekonomiannya semakin terpuruk.
Well, pada akhirnya kalaupun ada rebound yang terjadi merupakan kenaikan yang sifatnya temporer dan risiko di pasar keuangan masih tetap tinggi.