Home » Kementerian BUMN Minta PLN Tingkatkan Rasio Elektrifikasi Pasca-Dikucurkan Rp10 Triliun

Kementerian BUMN Minta PLN Tingkatkan Rasio Elektrifikasi Pasca-Dikucurkan Rp10 Triliun

by bahar
Ilustrasi Jaringan PLN

KABAREKONOMI.ID, Jakarta – Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) meminta PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN untuk meningkatkan rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik setelah mendapat penyertaan modal negara (PMN) Rp10 triliun pada tahun anggaran 2023.

Staf Khusus Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Arya Sinulingga mengatakan PMN yang diberikan kepada PLN dan badan usaha pelat merah lainnya menjadi penugasan untuk membuka peluang atau pasar baru di tengah masyarakat.

“PMN PLN Rp10 triliun ini adalah penugasan untuk jaringan listrik dan listrik desa, kalau teman-teman bilang tidak usah dibangun listrik desa yasudah kami pun tidak butuh PMN,” kata Arya di Gedung Kementerian BUMN.

Rencanannya PMN Rp10 triliun pada PLN akan diarahkan untuk percepatan pembangunan infrastruktur kelistrikan di sejumlah daerah yang masih minim akses listrik dari negara. Perinciannya, alokasi pembangunan pembangkit baru sebesar Rp1,7 triliun, transmisi dan gardu induk Rp3,7 triliun dan jaringan distribusi Rp4,4 triliun.

“Dia yang membuka market baru, membuka peluang-peluang yang belum ada pemain yang masuk itu tugas BUMN, ketika marketnya belum masuk,” ujarnya.

Ilustrasi Jaringan PLN
Ilustrasi Jaringan PLN

Kendati demikian, PLN membutuhkan suntikan modal mencapai sekitar Rp20 triliun untuk mencapai rasio elektrifikasi dan rasio desa berlistrik 100 persen selama periode 2023-2024.

Berdasarkan perhitungan PLN, dana elektrifikasi itu bakal dialokasikan untuk kawasan Jawa, Madura, dan Bali sebesar Rp2,03 triliun, regional Sumatra dan Kalimantan Rp9,93 triliun, dan regional Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara mencapai Rp6 triliun.

Rencananya, PLN bakal menagih PMN sisanya sebesar Rp7,96 triliun pada APBN 2024. Di sisi lain, dana PMN 2020 yang sudah terealisasikan sampai dengan triwulan pertama 2022 mencapai Rp4,7 triliun atau setara dengan 95 persen dari keseluruhan total dana PMN diterima.

Adapun, dana PMN 2021 yang telah direalisasikan hingga triwulan pertama tahun ini sebesar Rp4 triliun atau setara dengan 80 persen dari keseluruhan dana yang dihimpun dari kas negara.

Sementara dana PMN 2022 sebesar Rp5 triliun hingga saat ini masih dalam proses harmonisasi penerbitan peraturan pemerintah (PP).

Sebelumnya, PLN membeberkan investasi untuk meningkatkan infrastruktur kelistrikan makin mahal lantaran target pengerjaan yang jauh dari jaringan listrik terpasang saat ini.

“Rupiah untuk sambung ke pelanggan itu makin lama makin mahal karena yang sudah kita selesaikan itu di daerah-daerah yang dekat dengan jaringan sedangkan yang jauh rata-ratanya makin mahal,” kata Direktur Distribusi PLN Adi Priyanto di Gedung Kementerian BUMN, Jakarta, Kamis (29/9/2022).

Adi mengatakan sejumlah daerah masih memiliki rasio elektrifikasi di bawah 95 persen atau malah status merah seperti Papua, Papua Barat, Maluku, Maluku Utara, NTT hingga Riau.

Dia mengatakan biaya untuk pembangunan infrastruktur kelistrikan di Madura yang menjadi bagian dari regional Jawa-Bali mesti menelan anggaran mencapai Rp45 juta per pelanggan.

Ilustrasi Jaringan PLN
Ilustrasi Jaringan PLN

Sementara biaya penyambungan untuk wilayah Sumatra-Kalimantan sekitar Rp35 juta per pelanggan. Sementara itu, biaya penyambungan jaringan listrik untuk kawasan Sulawesi, Maluku, Maluku utara, Papua, Nusa Tenggara itu berkisar di angka Rp25 juta per pelanggan.

“Di Jawa-Bali kira-kira Rp1 sampai 2 juta per pelanggan sehingga makin kita melistriki daerah 3 T untuk rupiah per kWh pelanggan itu makin akan mahal,” ujarnya.

Selama periode 2016–2021 PLN menerima PMN Tunai sebesar Rp40,06 triliun, atau setara dengan 9,7 persen dengan total investasi tunai sebesar Rp411,66 triliun (pendanaan pekerjaan menggunakan anggaran PLN di luar investasi IPP). (ilm)

Baca Juga