Home » Ketum PHRI: Tren Tingkat Keterisian Hotel di Batam dan Bintan Tumbuh Progresif

Ketum PHRI: Tren Tingkat Keterisian Hotel di Batam dan Bintan Tumbuh Progresif

by bahar

KABAREKONOMI.ID, Batam – Ketua Umum Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Haryadi Sukamdani mengakui tren tingkat keterisian kamar atau okupansi hotel di Batam dan Bintan menunjukkan pertumbuhan yang progresif.

Bahkan, pemulihan okupansi hotel di dua destinasi di Kepulauan Riau itu lebih baik ketimbang Bali.

“Jumlah wisatawan mancanegara belum meningkat secara keseluruhan, namun di wilayah Batam dan Bintan itu sudah mulai terlihat kenaikan pengunjung,” ujar Haryadi.

Percepatan pemulihan okupansi hotel di Batam dan Bintan ditopang oleh tingginya kunjungan wisatawan mancanegara atau wisman asal Singapura yang bertandang ke Indonesia.

Wisman yang masuk ke Tanah Air melalui kedua daerah itu sebagian besar adalah warga negeri singa.

Tren pertumbuhan mobilisasi wisman pun didukung oleh kebijakan pemerintah yang telah memperlonggar syarat bagi pelaku perjalanan luar negeri (PPLN).

Kedatangan PPLN dari Singapura ramai tercatat dari pintu pelabuhan kapal feri.

Meski demikian, Haryadi mengatakan angka pemulihan okupansi hotel di Batam dan Bintan belum bisa dihitung secara pasti.

“(Border) Bintan dan Batam kan baru saja dibuka, jadi belum tahu angkanya secara persis. Namun, trennya sudah naik dan bagus. Makanya yang di batam dan bintan lebih cepat dari Bali,” ujar Haryadi.

Sedangkan untuk Bali, Haryadi mengatakan pemulihan tingkat keterisian kamar belum dirasakan secara merata oleh pelaku usaha. Pemulihan baru terjadi di wilayah selatan atau sekitar Kabupaten Badung.

Sedangkan di Bali Utara dan Bali Barat, tren pemulihannya sedikit lebih lambat. Haryadi berujar, faktor yang menyebabkan pemulihan sektor perhotelan di Bali terhambat adalah tingginya harga tiket pesawat dan mobilisasi wisman yang masih terbatas.

“Bali kan mendapatkan tamu dari wisatawan mancanegara. Jadi belum masih belum normal sepenuhnya,” tutur dia.

Di sisi lain, Haryadi menyebut pelaku usaha di sektor hotel dan restoran menghadapi pelbagai kendala, seperti kenaikan harga bahan baku makanan.

Kenaikan harga yang terjadi untuk komoditas minyak goreng hingga gandum membuat para pelaku usaha gigit jari untuk menurunkan keuntungannya.

“Sebab kita tidak bisa menaikkan harga langsung ke konsumen. Kita melihat kemampuan masyarakat,” ujar Haryadi.

Dengan pelbagai tantangan ini, dia berharap stimulus berupa relaksasi bunga kredit yang akan berakhir pada Maret 2023 diperpanjang.

Adapun saat ini, ia menyebut rata-rata angka pemulihan atau recovery rate mencapai 60 persen dari kondisi normal 2019.

“Kami berharap recovery rate sampai akhir tahun bisa lebih baik,” kata Ketua Umum PHRI sekaligus Apindo itu.(tmp)

Baca Juga