KABAREKONOMI.ID – Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang melanda industri padat karya di Tanah Air semakin kencang. Dan bisa jadi lebih buruk yang terlihat.
Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Jawa Barat menyebut kondisi saat ini sebagai fenomena gunung es.
Dalam dokumen Disnakertrans Jawa Barat yang diperoleh CNBC Indonesia, tengah dilakukan pendataan perkembangan PHK yang terjadi.
“Data PHK yang tidak dilaporkan, baik melalui Dinas (Disnakertrans), Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Serikat Pekerja, Better Work Indonesia (BWI), maupun pekerja yang tidak mejadi peserta BPJS Ketenagakerjaan atau tidak mengklaim Jaminan Hari Tua (JHT), jumlahnya lebih besar lagi,” demikian menurut Disnakertrans Jawa Barat, dikutip Kamis (3/11/2022).
Disebutkan, berdasarkan data perselisihan hubungan industrial (HI) menurut Dinas Provinsi dan Kabupaten/ Kota, per September 2022, ada 4.155 buruh yang sudah di-PHK.
Namun, jika mengacu data BWI-ILO (lembaga kemitraan kerja sama Organisasi Buruh PBB), sudah ada 47.539 karyawan di Jawa Barat yang di-PHK.
Angka itu melonjak lagi jika menurut data sementara Apindo yang melaporkan ada 73.644 orang yang sudah di-PHK.
Anehnya, data klaim JHT di Jawa Barat sudah mencapai 409.462 orang.
Mengacu pada Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) No 4/2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua (JHT) Bab II mengenai Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua Bagian Kesatu Pasal 4, “Manfaat JHT dibayarkan kepada Peserta jika (a) mencapai usia pensiun, (b) mengalami cacat total tetap, atau (c) meninggal dunia.”
Lebih lanjut pasal 5 mengatur, ‘ (1) Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 huruf (a) termasuk juga Peserta yang berhenti bekerja. (2) Peserta yang berhenti bekerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi (b) Peserta yang terkena pemutusan hubungan kerja.”
Disnakertrans Jawa Barat menyebutkan, sekitar 80% dari klaim JHT sepanjang Januari-September 2022 adalah karena pekerja berhenti bekerja.