KABAREKONOMI.ID, JAKARTA – Ombudsman Perwakilan Provinsi Kepri meminta kepada Badan Pengusahaan (BP) Batam untuk lebih terbuka perihal kerjasama dengan PT Moya Indonesia.
Sebab selama mengelola air bersih Batam atau spam, PT Moya dinilai tidak maksimal dan cenderung memberi pelayanan yang buruk terhadap pelanggan ya.
Bahkan dalam hal ini BP Batam terlalu vokal memberi tahu penyebab layanan PT Moya bisa tak maksimal.
Salah satu alasannya, adalah pipa saluran air yang sudah sangat tua, sehingga butuh diganti. Untuk mengantinya pun membutuhkan biaya besar yakni Rp 4,5 Triliun.
Dalam hal ini BP Batam mengatakan PT Moya memperbaiki kondisi pipa itu, yang nantinya biaya perbaikan dibayar oleh masyarakat dengan cara skema penyesuaian tarif.
Kepala Ombusdman Cabang Kepri, Lagat Siadari, membandingkan bagaimana pengelolaan air PT Moya sangat berbeda jauh dengan ATB Batam.
Dimana dulunya, tanggungjawab pembangunan, distribusi hingga jaringan air menjadi tanggungjawab ATB.
“Dengan ATB, BP Batam ada pendapatan bersih Rp 28 miliar per tahun. Semua perihal pengelolaan spam menjadi tanggungjawab ATB,” terang Lagat.
Berbeda dengan PT Moya, publik tak pernah tahu bagaimana konsep kerjasama BP Batam dengan PT Moya.
Seperti apa bentuk tanggungjawab PT Moya, kewajiban dan hak terhadap pengelolaan air bersih.
“Ini yang tak pernah dijelaskan seperti apa. Harusnya disampaikan ke publik, biar jelas. Apakah PT Moya hanya bagian operasionalnya saja. Tapi kalau bagian operasional saja, BP Batam kan punya bagian SPAM yang pastinya juga bisa. Nah ini yang tak pernah kita tahu semua Seperti apa tugas dan hak PT Moya,” jelas Lagat.
Lagat juga heran kenapa PT Moya bisa menang dalam proses lelang pengelolaan air bersih di Batam.
Dimana harusnya ada 4 syarat yang jadi pertimbangan sebuah perusahaan bisa menang lelang pengelolaan air bersih. Di antaranya, punya dana atau uang, SDM, pengalaman dan teknologi.
“Nah dalam hal ini PT Moya seperti apa. Itu yang tak pernah jelas. Kalau soal pengalaman jelas tak ada, karena rata-rata konsumennya dan pelayanan semakin menurun,” tegas Lagat.
Ia juga meminta BP Batam kembali meninjau ulang Terkait rencana perbaikan pipa yang menghabiskan dana triliunan rupiah.
Ia yakin, usia pipa yang difasilitasi oleh ATB tak semuanya sama. Pasti ada yang baru dan lama.
“Ini kok bisa dibilang sama semua, karena pasti ada yang usianya baru 15 tahun, 10 tahun bahkan mungkin 5 tahun. Tak mungkin semuanya usia 25 tahun. Dan perbaikan pipa menghabiskan dana triliunan itu sangat besar, apalagi rencana perbaikan pipa itu membebankan masyarakat Batam,” Jelas Lagat.
Menurut Lagat, sebenarnya tak masalah jika BP Batam ingin melakukan skema penyesuaian tarif, dengan alasan biaya perbaikan pipa.
Namun dengan syarat, pelayanan air bersih mulai kuantitas dan kualitas harus dibenahi dan diperbaiki.
Sebab penyesuaiab tarif dinilai hal biasa, jika memang sesuai dengan pelayanan yang diberi. Apalagi tarif air bersih di Batam termasuk murah dibanding beberapa daerah lain di Indonesia.
“Harapan saya, pengelola air Batam bisa bijak dan cermat melihat psikologis masyarakat yang tengah kecewa terhadap kondisi pelayanan air. Buktikan peningkatan kualitas dan kuantitas air dulu, serta perbaikan tata kelola, pastinya masyarakat bisa paham tentang penyesuaian tarif. Jangan disaat ini, masyarakat sedang marah terhadap pelayanan air bersih,” imbuh Lagat. (***)