PN Batam Angkat Bicara terkait Putusan Praperadilan Peristiwa Kerusuhan di Kantor BP Batam
KABAREKONOMI.ID, BATAM – Pengadilan Negeri (PN) Batam telah memberikan putusan terkait praperadilan terhadap 25 perkara dari pemohon di aksi unjuk rasa pada 11 Septemper 2023 lalu di kantor Badan Pengusahaan (BP) Batam.
Wakil Ketua PN Batam, Bambang Trikoro SH, M.Hum pun menjelaskan bahwa, kegiatan yang dilakukan oleh pemohon praperadilan ini soal relokasi pulau rempang di BP Batam, dimana dari keterangan pihak kepolisian bahwa ada indikasi tidak pidana yang mereka lakukan saat itu sehingga harus di proses hukum.
Dengan masuknya 25 perkara pemohon prapid ini, maka Pengadilan Negeri Batam menetapkan tiga hakim untuk menyidangkan perkara tersebut yakni : hakim Edy Sameaputy memegang 10 perkara, hakim Safri Tarigan memegang 9 perkara dan hakim Yudith Wirawan menyidangkan 6 perkara.
Setelah di daftarkan oleh kuasa hukum pemohon praperadilan tanggal 20 Oktober 2023, maka sidang pertama dilaksanakan di Pengadilan Negeri Batam pada tanggal 31 Oktober 2023 dan sidangnya terbuka untuk umum.
“Apa yang ditentukan oleh Undang -undang bahwa, persidangan prapid ini dilakukan secara marathon karena waktunya dibatasi. Yakni tujuh hari setelah sidang pertama, maka pihak -pihak hadir dan harus diputus,” tegasnya saat ditemui awak media.
Inti dari putusan praperadilan tersebut, tambahnya, bahwa eksepsi dari pihak termohon atau kepolisian ditolak semua. Serta dalam pokok perkara yang diajukan pemohon praperadilan tersebut juga ditolak.
Lanjut Bambang, dasar hukum prapid itu di pasal 77 KUHAP sebelum diperluas dengan putusan MK. Objeknya adalah hanya penahanan, penghentian penyidikan dan penangkapan. Namun akhirnya diperluas dengan putusan MK nomor 21 tahun 2014, yang menyatakan bahwa penetapan tersangka, penyitaan dan penggeledahan adalaha masuk.
“Nah, dari ranah yang kita lihat yang diajukan pemohon praperadilan dari rekan -rekan Rempang tersebut, soal sah atau tidaknya penangkapan dan penentuan pihak – pihak ini sehingga dijadikannya sebagai tersangka. Terkait apa yang diajukan pemohon praperdilan tersebut, sudah masuk di putusan MK nomor 21 tahun 2014 soal penetapan tersangka, ” tegas Bambang,
Untuk upaya hukum pra peradilan tersebut, tegasnya lagi, sudah diatur dalam Perma nomor 4 tahun 2016 terkait larangan PK terkait putusan praperadilan. Jadi putusan praperadilan yang dibacakan oleh hakim kemarin itu telah berkekuatan hukum tetap.
“Jadi disana, upaya hukum untuk praperadilan tidak dimungkinkan lagi,” tegasnya. (***)