KABAREKONOMI.ID, JAKARTA – Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo, Shinta Kamdani, meminta pemerintah, khususnya Bank Indonesia (BI), Kementerian Keuangan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) melakukan sejumlah langkah intervensi agar mencegah kian jebloknya nilai tukar rupiah.
Menurut Shinta, intervensi harus dilakukan sesegera mungkin agar dampak pelemahan rupiah tak berlarut-larut dan akhirnya memicu kenaikan harga barang dan jasa.
Pada Minggu (14/4/2024) siang, terpantau nilai tukar rupiah kembali melemah. Bahkan kini berada di level Rp 16.117 per dolar AS.
Dilansir dari Google Finance, sementara sebelum Lebaran IdulFitri 2024 atau Jumat 5 April 2024 nilai tukar rupiah Rp 15.840 per dolar AS.
Shinta menilai pelemahan nilai tukar rupiah ini dapat berdampak kepada kondusifitas iklim usaha atau investasi di Indonesia.
“Juga bisa memicu kenaikan inflasi biaya usaha serta inflasi harga pasar yang lebih tinggi daripada sebelumnya,” kata Shinta.
Apindo, kata Shinta, terus memantau dengan ketat pelemahan tukar rupiah tersebut. Jika pemerintah dan berbagai pemangku kebijakan tak segera melakukan intervensi, pasar akan syok dan bisa terjadi capital flight besar-besaran dari pasar saham.
“Sehingga mengganggu keseimbangan current account dan semakin memperparah pelemahan nilai tukar,” ucap Shinta.
Sementara itu, Ketua Apindo Karanganyar, Edy Darmawan khawatir dunia industri yang pada umumnya masih belum pulih makin memperpuruk kondisi perusahaan.
“Kurs yang menyentuh Rp 16.000 per dolar AS tentunya akan berpengaruh terhadap kinerja perusahaan,” kata Edy.
Salah satunya, kata Edy, akan terlihat dari kinerja perusahaanya yang sangat tergantung dengan bahan baku impor, seperti sektor tekstil, produk tekstil dan plastik.
“Tentunya sangat terpukul. Apalagi kemarin teman-teman pengusaha harus membayar THR di tengah ketidakpastian perdagangan global maupun regional,” katanya.
Edy mengusulkan, selain kebijakan intervensi dengan instrumen moneter, pemerintah juga merumuskan kebijakan fiskal.
Kebijakan itu, menurut dia, di antaranya bisa berupa pemberian insentif ke perusahaan yang sangat terdampak oleh jebloknya kurs rupiah. (**)