Home » Rupiah Masih Melemah Jelang Sabda The Fed

Rupiah Masih Melemah Jelang Sabda The Fed

by Tia

KABAREKONOMI.ID – Nilai tukar rupiah kembali mencatatkan kinerja yang mengecewakan melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Selasa (1/11/2022), pasca rilis inflasi Indonesia periode Oktober yang mulai melandai.

Mengacu pada data Refinitiv, rupiah terkoreksi pada pembukaan perdagangan sebesar 0,16% ke Rp 15.620/US$. Kemudian, rupiah melanjutkan pelemahannya sebesar 0,35% ke Rp 15.650/US$ pada pukul 11:10 WIB.

Pada penutupan perdagangan rupiah tembus ke Rp 15.625/US$ melemah 0,19% di pasar spot. Sentimen positif Tanah Air nyatanya belum mampu membawa rupiah menguat.

Para pelaku pasar kini tengah fokus menanti pengumuman kebijakan moneter The Fed pada Kamis (3/10/2022) dini hari waktu Indonesia. Bank sentral The Fed ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% – 4%.

Melansir FedWatch, sebanyak 87,2% analis memprediksikan Fed akan menaikkan suku bunga acuan 75 bps dan mengirim tingkat suku bunga ke 3,75%-4%. Sementara 12,8% memproyeksikan kenaikan 50 bps.

Pasar sudah jauh-jauh hari mengantisipasi kenaikan tersebut, jika The Fed juga memberi kejutan, tentunya akan berdampak positif ke pasar finansial global, termasuk Indonesia. Pun, jika tidak ada kejutan, pasar akan melihat bagaimana proyeksi kenaikan ke depannya, apakah akan dikendurkan juga, mengingat pendapat para pejabat The Fed sudah terbelah.

Asal tahu saja, Fed sudah menaikkan suku bunga acuan sejak Maret 2022 hingga September 2022 sebesar 300 bps. Suku bunga dikerek naik dari 0,25% menjadi 3,25%. Apabila Fed menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 bps lagi maka suku bunga acuan akan berada di 4% untuk bulan November 2022.

Di sisi lain, tadi pagi ada kabar baik dari dalam negeri. S&P Global telah merilis PMI Manufaktur Indonesia per Oktober 2022, turun menjadi 51,8 dari posisi pada bulan sebelumnya di 53,7. Meski melandai, tapi PMI Manufaktur masih ekspansif karena berada di atas batas acuan di 50, sedangkan di bawahnya menunjukkan kontraksi.

Pertumbuhan permintaan keseluruhan yang berkelanjutan di sektor manufaktur Indonesia mendorong peningkatan produksi manufaktur di Oktober. Tingkat pertumbuhan pesanan baru dan output menurun dari bulan sebelumnya tapi tetap solid.

Di sisi lain, permintaan asing untuk barang-barang manufaktur Indonesia turun, tampaknya disebabkan oleh kondisi ekonomi global yang lebih lemah.

Tingkat kepercayaan pelaku bisnis menguat ke level tertinggi selama tujuh bulan, terkait dengan harapan bahwa penjualan akan membaik dengan kondisi ekonomi yang lebih baik ke depannya.

Di sisi lain, Badan Pusat Statistik (BPS) merilis data inflasi periode Oktober 2022 mencapai 5,71% secara year on year (yoy), lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yaitu 5,95%. Posisi tersebut lebih rendah dari konsensus analis yang dihimpun CNBC Indonesia terhadap 12 institusi yakni di 5,95%.

“Inflasi di Oktober ini terlihat mulai melemah. Pada Oktober 2022 terjadi inflasi sebesar 5,71%,” kata Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa (Disjas) BPS, Setianto dalam konferensi pers, Selasa (1/11/2022)

Adapun inflasi bulanan Oktober jauh lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada September yakni 1,17% (mtm).

Diketahui ada beberapa kali penyesuaian harga energi pada beberapa waktu terakhir. Antara lain kenaikan Pertamax, Pertalite dan Solar pada awal September 2022. Kemudian 1 Oktober 2022, harga Pertamax diturunkan.