KABAREKONOMI.ID, Jakarta – Nilai tukar rupiah diprediksi menguat pada perdagangan Selasa (2/8/2022) di tengah prospek pelemahan dolar AS.
Kemarin (1/8/2022), mata uang Garuda ditutup melemah 0,26 persen atau 39 poin ke Rp14.873 per dolar AS yang diikuti oleh pelemahan sejumlah mata uang Asia.
Adapun, indeks dolar AS bergejolak pada perdagangan Senin waktu setempat setelah data menunjukkan aktivitas manufaktur AS melambat kurang dari yang diharapkan pada Juli. Indeks dolar, yang mengukur greenback terhadap enam mata uang utama, turun 0,43 persen menjadi 105,450.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi mengatakan hari ini rupiah kemungkinan dibuka berfluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp14.860-Rp14.890 per dolar AS.
Fokus ekonomi untuk minggu ini adalah laporan pekerjaan bulanan AS pada Jumat mendatang. Investor saat ini memperkirakan sekitar 31 persen kemungkinan bahwa The Fed akan mempertahankan laju kenaikan suku bunga 75 basis poin saat ini pada pertemuan berikutnya 21 September 2022, dengan peluang 69 persen untuk kenaikan setengah poin yang lebih kecil.
“Dari dalam negeri angka aktivitas manufaktur yang dicerminkan dengan Purchasing Managers’ Index (PMI). Untuk periode Juli 2022, PMI manufaktur Indonesia berada di 51,3. Naik dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar 50,2 sekaligus jadi yang tertinggi dalam tiga bulan terakhir,” jelasnya dikutip dari riset harian, Selasa (2/8/2022).
Pemesanan baru meningkat setelah berada di tingkat yang rendah pada Juni. Dunia usaha menyebut peningkatan produksi terjadi seiring tumbuhnya permintaan dari konsumen. Saat permintaan ekspor masih turun, permintaan domestik mampu mengambil alih. Penurunan ekspor bahkan berada di titik terendah sejak Agustus tahun lalu.
Ibrahim menambahkan, tingginya harga komoditas menjadi faktor yang membuat fundamental Indonesia saat ini cukup kuat. Neraca perdagangan mencatat surplus 26 bulan beruntun, yang membuat transaksi berjalan juga surplus.
Pasokan devisa menjadi besar yang membuat nilai tukar rupiah menjadi cukup stabil, tidak mengalami pelemahan tajam seperti mata uang di kawasan Asia lainnya.
Selain itu, pemerintah diperkirakan mendapatkan tambahan penerimaan sebesar Rp420 triliun pada tahun ini karena lonjakan harga komoditas. Kenaikan tersebut digunakan untuk subsidi energi sehingga harga BBM Pertalite dan gas tiga kilogram tidak dinaikkan, yang bisa menjadi inflasi di dalam negeri tidak terlalu tinggi.
Namun kekuatan ekonomi Indonesia diuji dengan melambatnya ekonomi China, yang kemungkinan PDB kuartal kedua 2022 dibawah 5,5 persen. “Kalau China terjadi perlambatan ekonomi akan berdampak terhadap ekspor komoditas Indonesia. Ketakutan ini yang membuat mata uang rupiah melemah walaupun data ekonomi dalam negeri cukup bagus,” kata Ibrahim.
(catur/Bisnis)