KABAREKONOMI.ID, Batam – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepri merilis data terbaru terkait Kinerja Perbankan (BU/S dan BPR/S) di Provinsi Kepulauan Riau pada periode Agustus 2022.
Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Provinsi Kepri, Rony Ukurta Barus saat ditemui dibincang-bincang santai bersama awak media pada Selasa (11/10/2022) pagi, mengatakan bahwa kinerja perbankan di wilayah Kepri periode Agustus 2022 menunjukkan pertumbuhan positif.
“Dilihat secara year on year (Agustus 2021-Agustus 2022), terlihat Total Asetnya mengalami peningkatan hingga 11,46 persen. Begitu juga DPK yang mengalami peningkatan hingga 12,78 persen dan Kredit meningkat sebesar 18,77 persen,” jelas Rony.
Sedangkan secara YtD (Desember 2021 – Agustus 2022), tambahnya, Total Aset bertumbuh 5,24 persen, DPK bertumbuh 8,28 persen dan Kredit bertumbuh 18,52 persen.
Sementara, secara year on year (YoY), total aset BPR/S meningkat sebesar 4,73 persen dari posisi Agustus 2021 sebesar Rp7,82 triliun menjadi sebesar Rp8,19 triliun.
Hal yang sama juga terlihat dalam Kredit, yang mengalami peningkatan sebesar 11,05 persen dari posisi Agustus 2021 sebesar Rp5,36 triliun menjadi sebesar Rp5,95 triliun.
Dan DPK meningkat sebesar 4,61 persen dari posisi Agustus 2021 sebesar Rp6,33 triliun menjadi Rp6,62 triliun.
“Secara year to date (YtD) pada posisi Desember 2021 – Agustus 2022, juga mengalami kenaikan dimana Aset bertumbuh 4,62 persen, Kredit bertumbuh 10,40% dan DPK bertumbuh 6,97 persen,” terangnya.
Sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dalam Rapat Dewan Komisioner, memutuskan untuk memperpanjang masa relaksasi restrukturisasi kredit perbankan selama satu tahun dari 31 Maret 2022 menjadi 31 Maret 2023.
Perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit ini juga berlaku bagi BPR dan BPRS.
Keputusan itu diambil untuk terus menjaga momentum percepatan pemulihan ekonomi nasional dan stabilitas perbankan serta kinerja debitur restrukturisasi Covid-19 yang sudah mulai mengalami perbaikan.
“Restrukturisasi kredit yang kami keluarkan sejak awal 2020 telah sangat membantu perbankan dan para debitur termasuk pelaku UMKM. Untuk menjaga momentum itu dan memitigasi dampak dari masih tingginya penyebaran Covid-19 maka masa berlaku relaksasi restrukturisasi kami perpanjang hingga 2023,” kata Wimboh.
Hingga saat ini, perbankan terus melanjutkan kinerja membaik, seperti pertumbuhan kredit yang positif mulai Juni dan angka Loan at Risk (LaR) yang menunjukkan tren menurun namun masih relatif tinggi.
Sedangkan angka NPL sedikit mengalami peningkatan dari 3,06 persen (Desember 2020) menjadi 3,35 persen (Juli 2021).
Sementara itu Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan Heru Kristiyana mengatakan, perpanjangan relaksasi restrukturisasi kredit merupakan bagian dari kebijakan countercyclical dan menjadi salah satu faktor pendorong yang diperlukan untuk menopang kinerja debitur, perbankan, dan perekonomian secara umum.
“Perpanjangan restrukturisasi hingga 2023 diperlukan dengan tetap menerapkan manajemen risiko, mengingat adanya perkembangan varian delta dan pembatasan mobilitas, sehingga butuh waktu yang lebih bagi perbankan untuk membentuk Cadangan Kerugian Penurunan Nilai (CKPN) dan bagi debitur untuk menata usahanya agar dapat menghindari gejolak ketika stimulus berakhir,” kata Heru. (ilm)