KABAREKONOMI.ID, Batam – Kekecewaan masyarakat Kota Batam atas tidak optimalnya pelayanan air bersih yang dilakukan oleh SPAM Batam tergambarkan pada hasil survey yang telah dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau sepanjang 17 hingga 24 Oktober 2022 terhadap 540 responden yang tersebar diseluruh wilayah mainland Batam yang dijangkau jaringan distribusi air SPAM Batam.
Hasil survey menunjukkan, sebanyak 85% responden mengeluhkan pendistribusian air bersih kurang dari 24 jam. Sebanyak 20,56% responden menjawab rata-rata air mengalir hanya 1-3 jam.
Kemudian sebanyak 38,15% responden menjawab rata-rata air mengalir hanya 4-6 jam, lalu sebanyak 18,70% responden menjawab rata-rata air mengalir hanya 7-9 jam, dan sisanya sebanyak 7,78% responden menjawab rata-rata air mengalir lebih dari 10 jam namun tidak sampai 24 jam.
Dr Lagat Siadari selaku Kepala Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau mengatakan, pemerintah seharusnya bisa memastikan ketersediaan air bersih selama 24 jam.
”Sesuai peraturan perundang-undangan, pelayanan air bersih itu harus non-stop 24 jam bukan 3 jam, 6 jam atau 10 jam saja, apalagi air mengalir hanya pada jam-jam tertentu,” ucapnya di Kantor Perwakilan Ombudsman RI Provinsi Kepulauan Riau, Rabu (26/10/2022).
Berdasarkan hasil survey, masyarakat mengeluhkan pendistribusian air hanya di waktu-waktu tertentu. Sebanyak 15,93% responden menjawab air mengalir hanya pada pukul 20.00 – 23.00 WIB, lalu sebanyak 30,56% responden menjawab pukul 23.00 – 02.00 WIB, dan sebanyak 35,37% responden menjawab pukul 02.00 – 05.00 WIB.
Lebih lanjut, fenomena lain yang ditemukan pada hasil survey tersebut, responden mengeluhkan mengenai kualitas air dan debit air.
Hampir 75% responden mengeluhkan kualitas air yang didistribusikan. Sebanyak 29,44% responden menjawab air yang didistribusikan kadang jernih, 36,67% respon menjawab kadang keruh, dan 7,96% responden menjawab air yang didistribusikan selalu keruh.
Kemudian, terkait debit air, sebanyak 40,19% responden menjawab sedang, sebanyak 32,78% responden menjawab kecil dan 19,63% responden lainnya menjawab debit air sedikit dan diikuti dengan suara angin.
Dalam survey tersebut juga terdapat 41,3% responden memiliki masalah terkait air yang berasa dan berbau. Sebanyak 18,89% reponden menjawab air yang didistribusikan tawar namun berbau, sebanyak 12,22% responden menjawab terasa kimiawi namun tidak berbau, dan sebanyak 10,19% responden mengeluhkan air terasa kimiawi serta berbau.
Lagat menerangkan lebih dari 50% masyarakat yang menjadi responden ini pernah menyampaikan keluhannya kepada SPAM Batam.
Namun, hanya 15,37% yang ditanggapi (9,44 % segera ditanggapi dan 5,93% ditanggapi setelah lebih dari 1 hari), sisanya sebanyak 49,63% ditanggapi namun tidak tuntas dan 31,30% tidak ditanggapi.
”Hanya 7,23% saja dari responden yang mengatakan puas pada layanan SPAM Batam, sisanya 27,78% biasa saja dan 65% tidak puas,” jelasnya.
Lagat berharap survey yang telah dilakukan ini ditanggapi serius oleh SPAM Batam.
”Segera ambil langkah-langkah strategis dan lakukan tindak lanjut yang terukur dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas air,” tegasnya.
Selain itu, ia juga meminta agar BP Batam dapat turut andil mendorong kontraktor air bersih untuk melakukan perbaikan dari hulu hingga ke hilir.
”Lakukan koordinasi dengan pihak kontraktor agar dapat segera mengambil langkah-langkah yang semestinya,” tutut Lagat.
Lagat berharap BP Batam tidak membiarkan begitu saja hasil survey yang telah dilakukan Ombudsman RI Perwakilan Kepulauan Riau ini agar permasalahan air bersih tidak meluas.
”Jangan sampai permasalahan ini dibiarkan karena nanti semakin banyak pengguna bisa saja permasalahan ini semakin meluas. Lagipula sangat disayangkan bila tidak ada langkah perbaikan akan tercipta citra buruk bagi Kota Batam yang digadang-gadang sebagai Kota tujuan investasi,” tutupnya.
Ditempat terpisah, Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam HM Rudi membenarkan akan kondisi kualitas dan kuantitas dari layanan air di Batam.
Menurutnya hal tersebut sudah menjadi pembahasan yang cukup alot dilakukan pihaknya bersama institusi terkait beberapa waktu lalu.
“Kemarin kita baru rapat, satu diantaranya yang dibahas adalah Water Treatment Plant (WTP) atau Instalasi Pengolahan Air (IPA). Mengingat, produksi air hari ini di Batam tidak mencukupi untuk disuplai ke seluruh Batam. Dan untuk WTP, harus ditambah 350 liter perdetik. Kalau sudah ada, persoalan ini akan diselesaikan,” terang Rudi saat ditemui awak media di Radisson Hotel Batam. (ilm)