KABAREKONOMI.ID, Batam – Rupiah melemah 0,3% melawan dolar Amerika Serikat (AS) ke Rp 15.595/US$ pada perdagangan Senin kemarin. Sepanjang Oktober pelemahannya sebesar 2,4%, dan membukukan pelemahan 3 bulan beruntun.
The Fed yang akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini membuat rupiah kesulitan menguat. Pelaku pasar menanti kepastian apakah Jerome Powell dan kolega masih akan terus agresif ke depannya atau tidak.
Sementara itu dari dalam negeri, pelaku pasar menanti rilis data aktivitas sektor manufaktur dan inflasi Oktober.
Purchasing Managers’ Index (PMI) manufaktur September lalu tercatat naik menjadi 53,7 dan sudah naik dalam 3 bulan beruntun.
Jika laju ekspansi kembali meningkat, tentunya akan berdampak bagus ke pasar finansial. Sebab bisa menunjukkan optimisme pelaku usaha meski suku bunga sudah mulai dinaikkan oleh Bank Indonesia (BI) dan nilai tukar rupiah yang terpuruk.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia dari 12 institusi memperkirakan inflasi Oktober akan menembus 0,08% dibandingkan bulan sebelumnya (month to month/mtm). Inflasi bulanan Oktober jauh lebih kecil dibandingkan yang tercatat pada September yakni 1,17% (mtm).
Hasil polling juga memperkirakan inflasi secara tahunan (year on year/yoy) akan sebesar 5,95% atau sama dengan pertumbuhan September. Hasil polling tersebut lebih rendah ketimbang yang dilakukan Reuters sebesar 6% (yoy).
Inflasi yang mulai melandai tentunya menjadi kabar baik, daya beli masyarakat masih bisa dijaga dan mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi.
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR terus tertekan sejak menembus ke atas rerata pergerakan 50 hari (moving average 50/MA50).
MA 50 merupakan resisten kuat, sehingga tekanan pelemahan akan lebih besar ketika rupiah menembusnya.
Rupiah kini sudah berada di atas Rp 15.450/US$ yang merupakan Fibonacci Retracement 38,2%. Level tersebut bisa menjadi ‘gerbang keterpurukan’ bagi rupiah, selama tertahan di atasnya. Terbukti, rupiah terus tertekan setelah menembus level tersebut.
Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian Foto: Refinitiv |
Fibonacci Retracement tersebut ditarik dari titik terendah 24 Januari 2020 di Rp 13.565/US$ dan tertinggi 23 Maret 2020 di Rp 16.620/US$.
Selama tertahan di atas Fibonacci Retracement 32,5% tersebut rupiah berisiko terpuruk semakin jauh, menuju Rp 16.000/US$ atau di kisaran Rp 15.900/US$ yang merupakan FIb. Retracement 23,6%.
Untuk pekan ini, resisten berada di kisaran Rp 15.600/US$ hingga Rp 15.630/US$. Jika ditembus, rupiah berisiko merosot ke Rp 15.700/US$, atau lebih tinggi lagi.
Sementara itu indikator Stochastic pada grafik harian sudah cukup lama berada di wilayah jenuh beli (overbought).
Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah overbought (di atas 80) atau oversold (di bawah 20), maka harga suatu instrumen berpeluang berbalik arah.
Grafik: Rupiah 1 Jam Foto: Refinitiv |
Stochastic pada grafik 1 jam, yang digunakan memprediksi pergerakan harian, juga berada di wilayah jenuh beli.
Untuk hari ini, support terdekat berada di kisaran 15.550/US$. Jika ditembus, rupiah berpeluang menguat menuju Rp 15.500/US$.