KABAREKONOMI.ID, Batam – Masuknya Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) sebagai daerah urutan kedua dengan jumlah Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank (KUPVA BB) atau money changer dan Penyedia Jasa Pembayaran (PJP) Remitansi terbanyak ke 2 di Indonesia, membuat wilayah Kepri masuk dalam kawasan rentan dan beresiko Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) dan Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT).
Hal tersebut dipicu oleh kedekatan wilayah Provinsi Kepri dengan Singapura dan Malaysia, sehingga menjadi jalur yang terbilang paling padat dalam berbagai aktivitas.
“Lokasinya yang berbatasan langsung dengan negara lain, membuat Kepri khususnya Batam menjadi daerah yang paling banyak memiliki KUPVA BB dan PJP Remitansi, setelah Jakarta dan Bali,” terang Miftachul Choiri, Kepala Tim Implementasi KEKDA Bank Indonesia perwakilan Kepri.
Untuk mengatasipasi hal tersebut, jelasnya lagi, Bank Indonesia perwakilan Kepri yang juga bertindak sebagai pengawas menerapkan beberapa hal. Diantaranya, menetapkan skala prioritas dalam proses pengawasan dan melakukan pendalaman pengawasan offsite melalui tools tertentu serta melaksanakancpertemuan tahunan KUPVA BB dan PJP.
“Untuk pengawasan ini, kita bekerja sama dengan institusi lain. Seperti PPATK dan Bea Cukai. Sehingga pengawasan terhadap KUPVA BB ini bisa dilaksnakan maksimal,” tegasnya lagi.
Sebagaimana diketahui, pencucian uang atau money laudering sudah tidak asing lagi di telinga. Praktik pencucian uang seringkali muncul tatkala membahas tindak pidana korupsi.
Secara umum, tindakan pencucian uang bertujuan untuk memperkaya diri dengan menyamarkan asal usul uang tersebut berasal.
Di Indonesia, tindak pencucian uang ini sudah diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.
Dilihat dari sejarahnya, istilah pencucian uang atau money laundering muncul pertama kali di Amerika Serikat pada 1920. Dikutip dari sikapiuangmu.ojk.go.id, pada saat itu, para mafia Amerika Serikat mendapatkan uang dari hasil uang dari tindakan-tindakan illegal, seperti pemerasan, perjudian, prostitusi, penjualan minuman beralkohol illegal, dan perdagangan narkotika.
Guna menyembunyikan uang yang diperoleh dari tindakan-tindakan illegal, maka para mafia tersebut melakukan strategi dengan menggabungkan uang hasil kejahatan dengan uang yang diperoleh secara sah.
Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian, yakni Laundromats yang waktu itu terkenal di Amerika Serikat. Usaha pencucian ini semakin maju dan berbagai uang hasil kejahatan yang diperoleh ditanamkan pada usaha pencucian pakaian ini. Karena itu, istilah pencucian uang yang dikenal seperti sekarang ini berasal dari peristiwa tersebut.
Sebagaimana diatur dalam dalam UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, yang termasuk perbuatan-perbuatan tindak pidana pencucian uang yaitu:
Menempatkan, mentransfer, mengalihkan membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan.
Menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana.
Menerima, menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana. (ilm)