KABAREKONOMI.ID, – Isu kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi turut menyita perhatian para pelaku pasar. Ketika harga BBM bersubsidi naik, maka dampaknya adalah peningkatan inflasi.
Ekonom Bank Mandiri Faisal Rachman mengatakan bahwa kenaikan 10% harga Pertalite dan LPG 3 Kg akan memberikan tambahan inflasi sebesar 0,32 poin persentase (ppt) dan 0,35 ppt.
Selain inflasi, isu kenaikan BBM juga kerap diwarnai oleh aksi demonstrasi di berbagai kalangan yang menentang. Hal ini tentu memicu sedikit kegaduhan yang berpotensi menjadi sentimen negatif bagi pasar.
Secara historis sejak era presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), tercatat sudah 5x harga BBM bersubsidi dinaikkan.
Dalam dua periode masa jabatannya, SBY sudah menaikkan harga BBM bersubsidi sebanyak 4x. Sementara di era Presiden Joko Widodo (Jokowi) BBM bersubsidi dinaikkan 1x. Berikut rinciannya .
Kenaikan BBM Subsidi | Kenaikan Harga BBM (%) |
Era SBY | |
1 Maret 2005 | 29 |
1 Oktober 2005 | 114 |
24 Mei 2008 | 28 |
22 Juni 2013 | 30 |
Era Jokowi | |
16 November 2014 | 34 |
Lantas seperti apa dampak keputusan kenaikan harga BBM bersubsidi bagi pasar saham terutama IHSG? Dalam 5x tahap kenaikan sejak era SBY hingga Jokowi, pengumuman kenaikan harga dilakukan di hari libur.
Pergerakan IHSG saat, satu hari sebelum dan satu hari setelah pengumuman cenderung negatif, tercatat 5 kali melemah, 4 kali cenderung stagnan, dan 2 kali menguat.
Pelemahan IHSG yang terparah dialami pada masa SBY. Tepatnya di tahun 2008, Presiden SBY menaikkan harga BBM subsidi sebesar 28% dari harga sebelumnya.
Pengumuman dilakukan saat libur. Namun satu hari sebelum dan sesudahnya, IHSG tercatat melemah lebih dari 1%. Sentimen negatif kala itu tidak hanya berasal dari domestik soal isu kenaikan harga BBM subsidi saja tetapi juga dilatarbelakangi oleh krisis keuangan global akibat jatuhnya pasar properti AS.
Kemudian pada tahap kenaikan harga BBM bersubsidi selanjutnya yaitu bulan Juni 2013, IHSG juga melemah cukup tipis 0,4% sehari sebelum pengumuman. Namun IHSG melemah signifikan lebih dari 1% setelah pengumuman. Berikut rinciannya.
Kenaikan BBM Subsidi | H-1 | Hari-H | H+1 |
Era SBY | |||
1 Maret 2005 | 0.1% | Libur | -1.0% |
1 Oktober 2005 | 0.1% | 1.4% | 2.2% |
24 Mei 2008 | -1.5% | Libur | -1.9% |
22 Juni 2013 | -0.4% | Libur | -1.7% |
Era Jokowi | |||
16 Nopember 2014 | 0.0% | Libur | 0.1% |
Ekonom MNC Sekuritas Tirta Citradi menuturkan bahwa dampak keputusan untuk menaikkan harga BBM subsidi memang bisa berdampak ke pasar saham. Namun dampak yang patut diwaspadai justru untuk jangka panjang.
“Untuk jangka pendek memang bisa memicu respons negatif di pasar kalau kebijakan tersebut cenderung memberikan surprise” terang Tirta kepada CNBC Indonesia.
Lebih lanjut Tirta memberikan gambaran soal dampak kenaikan harga BBM bersubsidi terhadap pasar saham.
“Kalau harga BBM subsidi naik, otomatis inflasi akan naik juga karena Pertalite dan LPG 3 Kg konsumsinya besar. Patut diwaspadai adalah jika inflasinya meningkat signifikan maka mau tak mau BI bisa naikkan suku bunga acuan”.
Dalam laporan riset yang berjudul “Earnings look compelling yet facing a challenging macro factors”, Tirta menuturkan dampak kenaikan BBM bersubsidi selain merembet ke inflasi juga ke arah suku bunga acuan.
“Dampaknya ada dua, pertama dengan inflasi tinggi dan suku bunga naik maka bisa berdampak pada perlambatan pertumbuhan ekonomi maupun laba emiten”
“Kedua kenaikan inflasi dan suku bunga akan memicu penurunan valuasi IHSG karena ketika risk free rate naik maka investor akan cenderung meminta imbal hasil lebih di saham untuk mengkompensasi risiko yang ditanggung, salah satunya dengan penurunan Price to Earnings Rato (PER)-nya” tulis Tirta dalam laporan risetnya.