KABAREKONOMI.ID Jakarta – Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) triwulan I tahun 2023 terus terjaga di tengah tantangan pasar keuangan global menunjukan optimisme, terhadap pemulihan ekonomi yang kuat seiring membaiknya berbagai indikator perekonomian dan sistem keuangan domestik.
Bersama-sama antara Menteri Keuangan, Gubernur Bank Indonesia (BI), Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK), dan Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sebagaimana disepakati dalam rapat berkala KSSK II tahun 2023 pada Jumat (28/4/2023) akan terus memperkuat koordinasi dan kewaspadaan terhadap perkembangan perekonomian dan risiko pasar keuangan global ke depan, termasuk risiko rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik.
Meski begitu, KSSK terus mencermati dinamika ekonomi global. Dimana pertumbuhan ekonomi dunia tahun 2023 diprakirakan mencapai 2,6 persen, didorong oleh dampak positif pembukaan ekonomi Tiongkok pascapandemi Covid-19.
Namun, pasar tenaga kerja di AS dan Eropa tetap ketat sehingga mengakibatkan prospek penurunan inflasi global berjalan lambat dan mendorong berlanjutnya pengetatan kebijakan moneter di negara maju sejalan dengan ketidakpastian pasar keuangan global yang juga menurun.
Perkembangan ini mendorong aliran masuk modal asing dan penguatan nilai tukar di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia.
“Dengan begitu, pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap kuat, yaitu di triwulan I 2023 tercatat sebesar 5,03% yoy, sedikit meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya di level 5,01% yoy,” terang Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati usai rapat KSSK, Senin (8/5/2023).

Hal ini didukung oleh ekspor yang tetap tumbuh tinggi, tambahnya, konsumsi swasta yang membaik, konsumsi Pemerintah yang tumbuh positif, dan pertumbuhan invetasi nonbangunan yang tetap baik.
Ke depan, pertumbuhan ekonomi diprakirakan tetap kuat didukung oleh konsumsi swasta yang diprakirakan makin baik, investasi dan Kinerja ekspor juga tetap kuat didorong oleh ekspor nonmigas yang tumbuh tinggi. Dengan berbagai perkembangan tersebut, pertumbuhan ekonomi 2023 diproyeksikan sebesar 4,5-5,3%.
Di sisi lain, tekanan inflasi terus menurun. Inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) turun menjadi 4,33% yoy pada April 2023 dari 5,51% yoy pada Desember 2022.
“Inflasi inti terus melambat menjadi 2,83% yoy dipengaruhi ekspektasi inflasi dan imported inflation yang menurun, serta pasokan agregat yang memadai dalam merespons kenaikan permintaan,” tegasnya.
Sementara, inflasi volatile food tetap terkendali, sebesar 3,74% yoy. Ini menunjukan dampak positif kebijakan moneter BI yang pre-emptive dan forward looking, serta sinergi yang erat dalam pengendalian inflasi antara BI dan Pemerintah (Pusat dan Daerah), antara lain melalui penguatan Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP) di berbagai daerah.
Selain itu, berbagai upaya stabilisasi harga pangan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) Ramadan dan Lebaran yang dilakukan Pemerintah dengan BI juga terbukti cukup efektif dalam menurunkan inflasi pangan.
Program tambahan bantuan pangan nasional juga mampu mengendalikan tekanan harga dan menjaga akses pangan pokok masyarakat sehingga turut mampu menjaga daya beli. Ke depan, inflasi diprakirakan tetap terkendali dalam kisaran 3,0±1% di sisa tahun 2023.
Dari sisi neraca Pembayaran Indonesia (NPI), tercatat tetap baik dan mendukung ketahanan eksternal. Transaksi berjalan triwulan I 2023 diprakirakan mencatat surplus ditopang surplus neraca perdagangan barang sebesar USD12,3 miliar, melanjutkan surplus selama 35 bulan berturutturut.
Nilai tukar Rupiah juga menguat sehingga mendukung stabilitas perekonomian. Secara ytd, nilai tukar Rupiah pada 28 April 2023 menguat 6,12%, lebih tinggi dibandingkan dengan apresiasi Baht Thailand (1,35%), Rupee India (1,10%), dan Peso Filipina (0,67%). Ke depan, penguatan nilai tukar Rupiah diprakirakan terus berlanjut.
Dengan begitu, Kinerja APBN sampai dengan triwulan I 2023 tetap positif. Hal ini ditandai dengan kinerja pendapatan negara yang tumbuh cukup tinggi dan realisasi belanja yang mampu menopang pemulihan ekonomi.