Home » Perairan Batam dan Kepri jadi Jalur Sistem Komunikasi Kabel Laut

Perairan Batam dan Kepri jadi Jalur Sistem Komunikasi Kabel Laut

by catur

KABAREKONOMI.ID, Batam – Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengungkapkan perairan Batam, Kepulauan Riau, masih menjadi lokasi favorit penggelaran Sistem Komunikasi Kabel Laut (SKKL), baik yang rutenya keluar dan masuk wilayah Indonesia.

Direktur Perencanaan Ruang Laut Ditjen Pengelolaan Ruang Laut (PRL) KKP Suharyanto mengungkapkan, perairan Pulau Batam, khususnya di segmen Selat Singapura memang menjadi salah satu wilayah dengan tingkat pemanfaatan ruang laut yang sangat tinggi, khususnya untuk penggelaran SKKL.

Hal ini disebabkan posisinya yang strategis dekat dengan Singapura, sebagai International Hub yang menghubungkan sistem telekomunikasi kabel bawah laut ke negara Asia, Eropa, Amerika dan Australia.

“Permintaan yang tinggi untuk memanfaatkan ruang laut ini harus diantisipasi. Perairan teritorial Indonesia di Selat Singapura ini akan menjadi sulit untuk dimanfaatkan serta dikelola jika pemanfaatan ruang lautnya tidak ditata,” ujar Suharyanto dalam keterangan resminya, Sabtu (30/7/2022).

Lebih lanjut, ia mencontohkan, yang terjadi saat ini adalah kabel bawah laut di Selat Singapura yang belum ditata dengan baik, sehingga berpotensi tumpang tindih dengan kepentingan laut lainnya, seperti daerah untuk eksplorasi dan eksploitasi sumber daya mineral, perikanan budidaya, daerah konservasi dan taman nasional laut, kepelabuhanan, alur pelayaran, dan lain sebagainya.

Perairan Pulau Batam sendiri telah ditetapkan sebagai jalur penggelaran sistem telekomunikasi kabel bawah laut beserta Beach Main Hole (BMH) dan Landing Stations SKKL Internasional yang berada di Tanjung Pinggir dan Tanjung Bembam.

Lokasi pendaratan SKKL ini merupakan titik strategis yang telah dimanfaatkan oleh beberapa operator telekomunikasi.

Suharyanto menyebutkan bahwa lokasi tersebut akan semakin ramai seiring rencana penggelaran listrik bawah laut untuk mendukung pasokan energi ke Singapura dan rencana penggelaran SKKL dari beberapa pemain seperti Telin, XL, Triasmitra, dan operator lain.

“Untuk itu kami bersama Tim Teknis Penataan Alur Pipa dan/Kabel Bawah Laut meninjau langsung ke sejumlah landing station di Batam. Tujuannya dalam rangka penataan lokasi BMH/Landing Point sehingga di kawasan ini dapat dilaksanakan kegiatan pemanfaatan ruang laut yang optimal dimana tidak terjadi tumpang tindih kepentingan dan ekosistem laut tetap terjaga kelestariannya. ini selaras dengan kebijakan Ekonomi Biru yang digaungkan oleh Pak Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono,” tuturnya.

Asisten Khusus Menteri Kelautan dan Perikanan Doni Ismanto menambahkan, saat ini gerbang internet Indonesia ke luar negeri memang dominan memanfaatkan perairan di wilayah barat.

Dari total 100% trafik internet dari Indonesia, 97% harus melewati Singapura yang memiliki akses kabel fiber optik langsung ke Amerika dan negara-negara lainnya.

Hanya 3% trafik internet yang bisa langsung ke Amerika, via perairan Indonesia Timur, di Manado.

Menurutnya, kondisi ini tidak ideal dalam mendukung Indonesia sebagai negara yang akan mengembangkan ekonomi digital.

“Kita sudah memenuhi syarat sebagai pemain utama di bisnis internet. Tetapi kondisi sekarang, masa data harus dibawa dulu ke Batam via Singapura baru ke Amerika Serikat,” tuturnya.

Diharapkannya, pemain kabel bawah laut mengoptimalkan Kehadiran Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 14 Tahun 2021 Tentang Alur Pipa dan/atau Kabel Bawah Laut dan Rencana Tata Ruang dan/atau Rencana Zonasi yang menetapkan lokasi Landing Stations SKKL internasional tidak hanya di Batam, namun ada juga di Kupang, Manado, dan Jayapura.

“Indonesia harus memiliki diversity gateway untuk mengelola trafik internet ke luar negeri agar berdaulat nantinya secara digital,” tandasnya.

Sementara itu, Asisten Operasi Survei dan Pemetaan – Pushidrosal Laksamana Pertama TNI Dyan Primana Sobaruddin, menyarankan perlunya membangun lokasi penempatan kabel bawah laut (Beach Main Hole) yang dipergunakan bersama agar pemanfaatan ruang laut bisa efektif, sekaligus menghindari terjadinya konflik status lahan.

Ke depan menurutnya juga perlu dilakukan pilot project penataan kabel bawah laut dengan menggunakan BMH secara bersama yang dikelola pemerintah atau pemerintah daerah.

“Ini mungkin perlu peran pemda untuk menyiapkan satu kawasan lahan yang menjadi lokasi BMH bersama. Karena kalau kita lihat misalnya di Tanjung Bemban ini, banyak sekali titik BMH penempatan kabel bawah laut dengan jarak bisa sampai puluhan meter antar titiknya. Ini tentu tidak efektif, karena sepanjang pantai nantinya bisa dipenuhi kabel,” paparnya. (ilm)

Baca Juga