KABAREKONOMI.ID, JAKARTA – Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memperkirakan risiko resesi ekonomi di kawasan Eropa dan Amerika Serikat (AS) masih tinggi.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi global diperkirakan akan membaik, seiring dengan adanya pencabutan kebijakan zero Covid-19 di Tiongkok atau China.
“Perekonomian Eropa dan Amerika Serikat diperkirakan melambat dengan risiko resesi yang masih tinggi,” jelas Perry dalam konferensi pers, Kamis (16/2/2023).
Bank Indonesia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi global akan lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya yang mencapai 2,3 persen.
Adapun inflasi global diperkirakan akan menurun, dipengaruhi oleh perlambatan ekonomi global dan perbaikan mata rantai pasokan global, meskipun masih tinggi seiring dengan masih tingginya harga energi dan pangan, serta pasar tenaga kerja AS dan Eropa yang masih ketat.
“Inflasi yang melandai mendorong negara maju suku bunganya diperkirakan masih tinggi,” jelas Perry.
Rupiah Diprediksi Menguat
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyakini pergerakan rupiah akan terus menguat ke depannya. Hal ini sejalan dengan terjaganya tingkat inflasi di Tanah Air.
“Ke depan, Bank Indonesia memperkirakan rupiah menguat sejalan dengan pemulihan ekonomi yang baik dan fundamental yang kuat sehingga menurunkan inflasi lebih lanjut,” kata Perry.
BI mencatat apresiasi nilai tukar rupiah terus berlanjut di awal 2023, sehingga mendukung stabiilitas nilai tukar. Dari catatan BI, rupiah menguat 0,239% (year to date/ytd), dibandingkan akhir Desember 2022.
Perry menegaskan apresiasi rupiah lebih baik dengan sejumlah negara lainnya seperti peso Filipina yang menguat 0,99% dan ringgit Malaysia yang terapresiasi 0,27%.
Adapun, jelang pengumuman suku bunga BI, nilai tukar rupiah diam di tempat melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada awal perdagangan Rabu (16/2/2023).
Melansir data Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan stagnan di Rp 15.200/US$. Rupiah bertahan di posisi tersebut hingga siang ini. (ook)