KABAREKONOMI.ID – Pemerintah berencana menyetop ekspor bahan mentah mineral, salah satunya bauksit mulai Juni 2023. Hal ini sesuai dengan amanat Undang-Undang No.3 tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara (Minerba).
Adapun tujuan utama kebijakan ini yaitu guna mendorong hilirisasi bahan mineral mentah di Tanah Air, sehingga negeri ini memperoleh nilai tambah lebih besar, ketimbang hanya mengekspor produk mentah seperti yang dilakukan selama ini.
Kebijakan ini di sisi lain bisa mengoptimalkan “harta karun” yang dimiliki negara ini. Apalagi, ternyata Indonesia merupakan pemilik sumber daya bauksit terbesar ke-6 di dunia.
Hal tersebut diungkapkan Staf Khusus Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Percepatan Tata Kelola Mineral dan Batu Bara Irwandy Arif.
“Jadi cadangan bauksit Indonesia itu menempati peringkat ke-6 dunia, itu setelah Guinea, Australia, Vietnam, Brasil, dan Jamaika. Kita mempunyai kurang lebih 3,2 miliar ton atau sekitar 10% cadangan dunia,” tutur Irwandy kepada CNBC Indonesia dalam Mining Zone, dikutip Selasa (1/11/2022).Q
Meski “harta karun” bauksit RI ini terbesar ke-6 di dunia, namun ternyata produksi dan bahkan pemanfaatan di dalam negeri masih belum optimal.
Dia menyebut, produksi bijih bauksit pada 2021 tercatat sebesar 25,8 juta ton. Dari total produksi tersebut, mayoritas atau 90% dijual ke luar negeri atau tercatat sebanyak 23,2 juta ton. Sedangkan untuk penyerapan di dalam negeri hanya sebesar 2,6 juta ton.
Minimnya penyerapan bauksit di dalam negeri ini tak terlepas dari masih terbatasnya jumlah pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) bauksit menjadi alumina. Dia mengatakan, sampai dengan Oktober 2022, ketersediaan smelter bauksit di dalam negeri baru terdapat empat smelter.
Adapun kapasitas maksimal dari keempat smelter ini mencapai 10,5 juta ton.
“Rencana 2023 terdapat penambahan delapan fasilitas pemurnian bauksit dengan total kapasitas input kurang lebih 27 juta ton,” ucapnya.
Bila 12 smelter bauksit ini beroperasi sepenuhnya, maka diperkirakan kebutuhan bauksit di dalam negeri bisa mencapai 37,5 juta ton.
“Jadi kalau kita lihat kebutuhan total nanti, kalau semua rencana smelter yang sedang dibangun dengan sekarang ini kemajuannya antara 30% sampai 90% itu kira-kira memerlukan 37,5 juta ton per tahun, kalau semuanya berjalan,” katanya.
Sebagai informasi, pemerintah menargetkan akan ada sekitar 12 smelter bauksit yang beroperasi hingga 2024 mendatang. Dengan demikian, diharapkan bisa menampung secara keseluruhan produksi bauksit di dalam negeri.
Seperti diketahui, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba), Indonesia pada Juni 2023 mendatang harus menyetop keran ekspor mineral mentah, termasuk bauksit.
UU Minerba itu sendiri mengatur ekspor mineral yang belum dimurnikan seperti konsentrat, dibatasi hanya tiga tahun sejak UU ini berlaku pada 10 Juni 2020. Tiga tahun setelah diundangkan artinya pelarangan ekspor bahan mentah dan konsentrat mineral berlaku mulai 10 Juni 2023 mendatang.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) pun akan mewajibkan perusahaan tambang untuk mengolah mineral mentahnya di dalam negeri sebelum diekspor, sehingga Indonesia memiliki nilai tambah jauh lebih besar ketimbang hanya mengekspor bahan mentah.
Amanat UU Minerba ini juga dipertegas dalam Peraturan Menteri ESDM No.17 tahun 2020 di mana pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) diberikan izin ekspor bauksit dengan kadar 42% paling lama sampai 10 Juni 2023.