KABAREKONOMI.ID, – Harga batu bara langsung ambruk pada awal pekan ini. Pada perdagangan Senin (31/10/2022), harga batu bara kontrak Desember di pasar ICE Newcastle ditutup di US$ 356,05 per ton. Harganya ambruk 4,8% dibandingkan perdagangan terakhir pada pekan lalu., Jumat (28/20/2022).
Harga tersebut adalah yang terendah sejak 5 Agustus 2022 atau nyaris dalam tiga bulan terakhir. Pelemahan kemarin juga menjauhkan harga batu bara dari level psikologis US$ 400 per ton.
Dalam sepekan, harga batu bara juga anjlok 7,2% secara point to point. Harga batu bara juga masih jeblok 12,7% sebulan tetapi dalam setahun melesat 156,2%.
Harga batu bara anjlok di tengah banyaknya outlook yang memproyeksi pelemahan harga pasir hitam ke depan, lebih hangatnya cuaca musim dingin di Eropa, serta meningkatnya pasokan.
Sejumlah lembaga mulai dari Bank Dunia, Fitch Solution, hingga pemerintah Australia memproyeksi harga batu bara akan melemah ke depan sejalan dengan melandainya permintaan serta meningkatnya penggunaan energi baru dan terbarukan.
Dalam anggaran pemerintah federal Australia yang disampaikan pada 25 Oktober lalu, pemerintah Australia memperkirakan harga batu bara kokas akan jatuh ke US$ 130 per ton pada akhir kuartal I-2023 atau Maret 20223, dari US$ 271 pada tahun ini.
Harga batu bara thermal akan anjlok ke US$ 60 per ton pada akhir Maret 2022, dari US$ 438 per ton pada tahun ini.
Bank Dunia juga memproyeksi harga batu bara akan melandai pada 2023 dan 2024. Bank Dunia memperkirakan harga batu bara Australia akan berada di kisaran US$ 240 per ton pada 2023 dan US$ 212,3 per ton pada 2024. Harga tersebut jauh lebih rendah dibandingkan pada tahun ini yang diperkirakan di kisaran US$ 320 per ton.
Senada, Fitch Solutions memperkirakan permintaan batu bara akan melemah ke depan. Fitch memperkirakan produksi listrik dari pembangkit batu bara di Eropa akan turun dari 540 terra watt hour (TWh) pada 2022 menjadi 490 TWh pada 2031 sejalan dengan peningkatan energi hijau.
Sementara itu, perusahaan riset pasar McCloskey memperkirakan harga batu bara Eropa diperkirakan akan melandai pada tahun depan karena membaiknya pasokan dan melemahnya permintaan. McCloskey memperkirakan harga batu bara pada 2024 ada di bawah US$ 250 per ton pada 2023 dan di bawah US$ 200 per ton pada 2024.
Cuaca yang lebih hangat di Eropa juga membuat permintaan batu bara akan melandai. Fenomena La Nina “menyelamatkan” Eropa dari bencana musim dingin tahun ini.
La Nina membuat cuaca di Benua Eropa lebih hangat dibandingkan rata-rata musim dingin pada tahun-tahun sebelumnya sehingga penggunaan penghangat ruangan diperkirakan tidak akan setinggi perhitungan awal.
Dilaporkan dari The National News, suhu di Jerman pada pekan ketiga Oktober 2,5 ºC lebih hangat dibandingkan kondisi normal pada Oktober. Swis juga mencatatkan suhu terhangat selama 158 tahun terakhir, yakni 3,7ºC di atas rata-rata Oktober 1991-2020.
Sejumlah kota di Inggris juga mencatatkan suhu di kisaran 20 ºC atau lebih sementara di beberapa bagian Spanyol menembus 35 ºC dan Prancis 4 ºC lebih tinggi dibandingkan rata-rata sembilan hari terakhir.
Perusahaan energi Austria Energie Steiermark memperkirakan suhu yang hangat akan menurunkan ongkos energi hingga 50% pada Oktober.
Meningkatnya pasokan gas di negara-negara Eropa juga ikut membuat harga batu bara melandai. Storage gas di Jerman dilaporkan mencapai 98% dari kapasitas, lebih tinggi dibandingkan targetnya yakni 91%. Batu bara merupakan sumber energi alternatif bagi gas sehingga storage yang memadai bisa menurunkan permintaan terhadap batu bara.
Peningkatan produksi di sejumlah negara juga membuat harga batu bara jatuh. Produksi batu bara China sepanjang Januari-September 2022 mencapai 3,32 miliar atau naik 11,2% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Sementara itu, India memproduksi batu bara sebanyak 383 juta ton pada semester I-2022/2023 (April- September). Jumlah tersebut melonjak 21% dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
China dan India adalah konsumen terbesar batu bara di dunia. Dengan produksi batu bara mereka yang melimpah maka impor dari negara tersebut diperkirakan berkurang sehingga permintaan di pasar global melandai.