Home » Kepala BI Suryono : Alami Deflasi 0,24 Persen di Januari 2023, Kepri Terendah se-Sumatera

Kepala BI Suryono : Alami Deflasi 0,24 Persen di Januari 2023, Kepri Terendah se-Sumatera

by Tia

KABAREKONOMI.ID, BATAM – Pada Januari 2023, Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) mengalami penurunan Indeks Harga Konsumen (IHK) sebesar 0,24% month to month (mtm). Inflasi tersebut lebih rendah dibandingkan Desember 2022 yang mengalami inflasi sebesar 1,10% (mtm).

Suryono, Kepala Perwakilan Bank Indonesia perwakilan Provinsi Kepri dalam keterangan resminya mengatakan beberapa faktor penyebab deflasi pada Januari 2023 yakni; pertama, penurunan harga komoditas angkutan udara seiring normalisasi permintaan pasca HBKN akhir tahun.

Kedua, penurunan harga aneka sayuran seperti bayam, kangkung dan sawi hijau yang disebabkan oleh membaiknya pasokan sayuran dari petani sejalan dengan membaiknya kondisi cuaca;

“Dan yang ketiga adalah, adanya penurunan harga BBM khususnya BBM non subsidi sejalan dengan penurunan harga migas global. Di sisi lain, IHK Nasional mengalami inflasi sebesar 0,34% (mtm), atau 5,28% (yoy),” tegasnya.

Secara spasial, tambahnya, Kota Batam dan Kota Tanjungpinang mengalami deflasi masing-masing sebesar 0,26% (mtm) dan 0,11% (mtm).

Dengan demikian, secara year on year /yoy, Inflasi IHK gabungan kota IHK di Provinsi Kepri tercatat sebesar 4,85% (yoy).

“Capaian inflasi Kepri tersebut berada di posisi ke-10 atau terendah di antara Provinsi di Sumatera namun masih di atas target sasaran inflasi nasional sebesar 3 ± 1% (yoy),” tegasnya.

Sejumlah upaya telah dilakukan oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) untuk mengendalikan inflasi agar tetap rendah dan stabil. Pelaksanaan monitoring ke klaster pangan untuk mengidentifikasi dampak potensi risiko gangguan cuaca.

Selain itu, koordinasi TPID juga dilakukan secara intensif untuk mendorong pemantau dan pengawasan intensif terhadap kondisi pasokan dan kewajaran harga.

Dalam jangka panjang, TPID akan melanjutkan upaya peningkatan kapasitas produksi lokal melalui penguatan kelembagaan nelayan/petani, perluasan lahan, dan implementasi teknik budidaya yang lebih baik seperti Program Lipat Ganda dan penerapan integrated farming untuk menekan biaya produksi.

“Selain itu, pemasaran bahan pangan secara online yang diintegrasikan dengan pembayaran secara digital (QRIS) terus didorong untuk efisiensi rantai distribusi,” terangnya. (omk)

Baca Juga