KABAREKONOMI.ID – Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) dibuka melemah dan terlempar dari level psikologis 7.000 pagi ini, Kamis (3/11/2022).
IHSG melemah 0,29% di 6.995,58 dan terus terkoreksi di menit-menit awal perdagangan berlangsung. IHSG drop 0,62% di 6.973,34 pada 09.02 WIB meski pada 9:08 WIB IHSG sukses memangkas koreksi menjadi 0,3%.
Semalam Wall Street bergerak sangat volatile. Indeks saham acuan sempat menguat akan tetapi berakhir dengan pelemahan tajam.
Indeks Dow Jones drop 1,55% disusul indeks S&P 500 yang anjlok 2,50% dan Nasdaq Composite mengalami penurunan paling tajam dengan koreksi 3,36%.
Fed kembali menaikkan suku bunga acuan sebesar 75 basis poin (bps) menjadi 4%. Hal ini sesuai dengan perkiraan pasar.
Namun sayangnya respons harga aset keuangan terutama yang berisiko seperti saham masih merespons negatif meski ada sinyal kalau Fed tidak akan se-agresif sekarang dalam menaikkan suku bunga acuan ke depan.
“Peningkatan berkelanjutan dalam kisaran target akan sesuai,” kata bank sentral AS pada akhir pertemuan kebijakan dua hari terakhirnya.
“Dalam menentukan laju kenaikan di masa depan dalam kisaran target, Komite (Pasar Terbuka Federal) akan mempertimbangkan pengetatan kumulatif kebijakan moneter, kelambatan di mana kebijakan moneter memengaruhi aktivitas ekonomi. dan inflasi, dan perkembangan ekonomi dan keuangan.”
Komentar dari Fed dan Ketua Jerome Powell akan memainkan peran kunci penentu arah pergerakan saham dalam beberapa bulan ke depan.
“Kelanjutan reli akhir tahun bergantung pada Fed yang menyampaikan narasi pivot,” tulis Emmanuel Cau dari Barclays dalam sebuah catatan kepada klien Rabu, mengutip CNBC International.
“Peak hawkishness mungkin memicu lebih banyak FOMO, tetapi jangan disamakan dengan dovish, karena bank sentral terus berjalan di garis yang bagus. Pemangkasan suku bunga telah menjadi prasyarat bagi ekuitas untuk memulai reli baru di masa lalu – tetapi kita belum sampai di sana.” Pungkasnya.
Selain Fed, pelaku pasar juga mencermati perkembangan ekonomi China yang masih dibayangi dengan perlambatan.
Penurunan kinerja sektor properti tersebut membuat ekonomi China dibayangi oleh perlambatan yang nyata. Goldman Sachs menyebut bahwa kontribusi sektor real estate di China diperkirakan mencapai 18%-30% dari PDB.
Kondisi yang meprihatinkan di sektor properti ditambah dengan dengan kebijakan China yang extrem yaitu zero covid policy membuat perekonomiannya semakin terpuruk.
Well, pada akhirnya kalaupun ada rebound yang terjadi merupakan kenaikan yang sifatnya temporer dan risiko di pasar keuangan masih tetap tinggi.