Home » Resmi Menjadi Tersangka, Surya Darmadi Merugikan Negara Hingga Rp 78 Triliun

Resmi Menjadi Tersangka, Surya Darmadi Merugikan Negara Hingga Rp 78 Triliun

by catur

KABAREKONOMI.ID, Jakarta – Kasus korupsi di Indonesia bukan cuma di lembaga pemerintah. Tak jarang perusahaan swasta yang juga mengalami kasus serupa.

Bos Produsen minyak goreng merek Palma, Surya Darmadi, resmi ditetapkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) sebagai tersangka terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi dan tindak pidana pencucian uang yang merugikan negara hingga Rp 78 triliun.

Surya Darmadi merupakan pemilik dari pemilik PT Darmex Group/PT Duta Palma yang merupakan produsen minyak goreng merek Palma. Surya bersama Bupati Indragiri Hulu periode 1999-2008 Raja Thamsir Rachman terjerat kasus korupsi dalam Kegiatan Pelaksanaan yang dilakukan oleh PT. Duta Palma Group di Kabupaten Indragiri Hulu.

Jaksa Agung ST Burhanuddin menyatakan kerugian negara tersebut timbul akibat penyalahgunaan izin lokasi dan izin usaha perkebunan di Kawasan Indragiri Hulu atas lahan seluas 37.095 hektare (ha).

Kasus ini merupakan pengembangan dari perkara yang menjerat eks Gubernur Riau Annas Maamun dan kawan-kawan yang ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan suap alih fungsi lahan pada September 2014. Akhir bulan lalu, Mejelis Hakim Tipikor di Pengadilan Negeri Pekanbaru memvonis Annas 1 tahun penjara dan denda Rp 100 juta.

Memecahkan rekor korupsi dengan nilai terbesar sepanjang sejarah, Surya Darmadi tentu bukan pengusaha kroco.

Dirinya bahkan sempat tercatat sebagai orang terkaya ke-28 di Indonesia versi majalah Forbes tahun 2018 dengan kekayaan Rp20,73 triliun ini diduga menyuap Annas Maamun dengan uang Rp3 miliar untuk mengubah lokasi perkebunan milik PT Duta Palma menjadi bukan kawasan hutan.

Surya merupakan pengusaha RI yang mengumpulkan pundi-pundi dari eksploitasi kekayaan sumber daya alam, yakni kelapa sawit. Dirinya diketahui merupakan pemilik dari Darmex Group, induk dari Duta Palma.

Data Refinitiv mencatat bahwa Dabi Capital Pte Ltd merupakan ultimate parent dari Damex Group. Selian berlokasi di Singapura, tidak diketahui informasi lainnya terkait Dabi Capital.

Duta Palma Nusantara sendiri diketahui didirikan pada tahun 1987 dengan bisnis utamanya bergerak di sektor perkebunan kelapa sawit dan pemurnian CPO. Sementara itu Darmex Agro yang menjadi induk usaha didirikan pada tahun 1994.

Berdasarkan informasi dalam laman resmi perusahaan, pada tahun 2002 perusahaan memiliki 60 ribu hektar area perkebunan dengan kapasitas pemurnian CPO 900 ton per hari (tpd), sedangkan pengolahan kernel 600 tpd.

Tahun 2008 perusahaan melakukan konsolidasi ke Darmex Group dengan tujuan pertumbuhan. Pada tahun 2010, dalam laman resmi perusahaan Darmex Group menyebut memiliki total 160 ribu hektar lahan kelapa sawit dengan 8 mill yang tersebar di Riau, Jambi dan Kalimantan Barat.

Pada tahun 2011, Darmex dalam lama resmi perusahaan menyebut “Pengelolaan lahan yang sangat baik dengan perencanaan dan komitmen yang cermat, telah berkontribusi pada ekspansi Darmex Agro dan produksi yang sangat efisien.”

Sebelum ini, Surya diketahui sempat terjerat beberapa kasus, mulai dari penjualan bank hingga tudingan keterlibatan dalam kasus korupsi eks Gubernur Riau.

Surya Darmadi yang merupakan pemilik Bank Kesawan lewat Darmex Agro diketahui menjual bank yang kini telah bertransformasi dan berganti nama menjadi Bank QNB Indonesia (BKSW) kepada pengusaha lain, Adi Sumasto senilai Rp 36 miliar.

Akan tetapi dua tahun setelah terjual, oleh pemilik baru Surya Darmadi dilaporkan dengan tuduhan melakukan penipuan, penggelapan, serta melakukan pelanggaran terhadap Batas Minimum Pemberian Kredit (BMPK).

Kasus tersebut akhirnya berhenti pada 2009, setelah Kepolisian Daerah Metro Jaya menerbitkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) terhadap Surya Darmadi. Namun, dalam keberjalanan kasus tersebut, Surya Darmadi terpaksa harus melunasi kredit petani plasma dari Bank Kesawan sebesar Rp 50 miliar, lebih besar dari hasil penjualan Bank Kesawan.

Kemudian pada tahun 2014, Surya Darmadi sempat berurusan dengan KPK dan diperiksa untuk menjadi saksi dalam kasus suap dan korupsi eks Gubernur Riau Annas Maamun. Namun, sempat berhasil lolos dari jeratan hukum kali itu.

Mengutip pemberitaan media daring nasional, Surya Darmadi diduga telah menyuap Annas Rp 3 miliar dari janji Rp 8 miliar agar anak usaha Darmex Group dapat merubah status kawasan hutan seluas 18.000 hektare menjadi Area Penggunaan Lain (APL) agar legal ditanami sawit.

Sebelumnya, Darmex/Duta Palma telah masuk radar sejumlah LSM domestik dan asing terkait proses tata kelola bisnis termasuk hubungan relasi dengan pekerja dan penggunaan lahan yang seharusnya tidak ditamani sawit.

Laporan Greenpeace International berjudul A Dirty Business yang terbit tahun 2013 menyebut bahwa Darmex Agro Group, produsen sawit besar sekaligus anggota Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) terkemuka, telah menghancurkan ratusan hektar hutan hujan yang dilindungi moratorium di Sumatera. Penyelidikan Greenpeace menyebut kawasan operasi Duta Palma merupakan habitat harimau Sumatera.

Praktik bisnis yang dipertanyakan membuat sejumlah perusahaan internasional enggan bekerja sama dengan Darmex, termasuk perusahaan agribisnis raksasa asal Amerika Serikat Cargill. Melansiri Reuters, Cargill menyebut telah berhenti membeli dari Duta Palma sejak 2008 karena dinilai tidak memenuhi kriteria lingkungan Cargill. Meski demikian nama Duta Palma masih muncul dalam dokumen yang terbit website Cargill yang berjudul Cargill Global Mill List – Quarter 3, 2018.

Saat ini Surya Darmadi diketahui masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), seperti diungkapkan Jaksa Agung ST Burhanuddin.

Karena masih tidak diketahui keberadaannya saat ini, KPK berkoordinasi dengan Biro Penyelidikan Praktik Korupsi (Corrupt Practices Investigation Bureau/CPIB) Singapura untuk memastikan apakah Surya Darmadi berada di negara tersebut.

Melansir CNN Indonesia, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengaku belum mengetahui status kewarganegaraan Surya saat ini, apakah masih berstatus WNI atau tidak.

Akan tetapi, jika telah berganti kewarganegaraan menjadi warga Singapura, perjanjian ekstradisi antara RI dan Singapura yang baru ditandatangani awal tahun memmungkinkan upaya pemulangan buron tersebut.

Perjanjian ekstradisi ini merupakan langkah pemerintah untuk dapat membantu pihak berwenang dalam upaya mereka untuk mengadili orang-orang yang dituduh menyembunyikan miliaran dolar uang negara di luar negeri.

Isu ekstradisi telah lama membuat pemerintah frustasi karena sulitnya membawa beberapa buronan yang dituduh menggelapkan uang dalam jumlah besar selama krisis keuangan Asia (BLBI) ke pengadilan.

Berdasarkan perjanjian ekstradisi tersebut, individu yang melakukan 31 jenis kejahatan akan dapat diekstradisi dan itu akan berlaku untuk pelanggaran yang dilakukan hingga 18 tahun yang lalu. Perjanjian itu juga menyebut bahwa tersangka tidak akan dapat melarikan diri dari proses peradilan dengan mengubah kewarganegaraan mereka.

(catur/CNBC)

Baca Juga