KABAREKONOMI.ID, Batam – Harga minyak mentah kembali melesat pada perdagangan Kamis (28/10/2022) kemarin. Perekonomian Amerika Serikat (AS) yang tumbuh di kuartal III-2022 menjadi pendongkrak kenaikan tersebut.
Saat ekonomi tumbuh, artinya permintaan minyak mentah juga naik. Harga minyak mentah jenis West Texas Intermediate (WTI) kemarin melesat 1,3% ke US$ 89.08/barel, melanjutkan kenaikan lebih dari 3% hari sebelumnya.
Minyak jenis Brent juga naik 1,3% ke US$ 96,96/barel. Pada perdagangan Rabu, minyak mentah jenis ini tercatat naik 2,3%.
PDB Amerika Serikat dilaporkan tumbuh 2,6% pada periode Juli – September lalu. Sementara pada dua kuartal sebelumnya, PDB tercatat terkontraksi 1,6% dan 0,6%, artinya secara teknis sudah mengalami resesi.
Dengan PDB yang tumbuh di kuartal III-2022, artinya Amerika Serikat lepas dari resesi.
“Harga minyak mentah rally setelah perekonomian AS rebound di kuartal III,” kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir CNBC International.
Meski demikian, pasar juga masih berhati-hati sebab ada risiko Amerika Serikat akan mengalami resesi lagi, alias double dip recession jika bank sentral AS (The Fed) terus agresif menaikkan suku bunga.
Survei terbaru yang dilakukan Wall Street Journal terhadap para ekonom menunjukkan sebanyak 63% memprediksi Amerika Serikat akan mengalami resesi 12 bulan ke depan. Persentase tersebut naik dari survei bulan Juli sebesar 49%.
Double dip recession pernah dialami Amerika Serikat pada 1980an. Resesi pertama terjadi pada kuartal I sampai III-1980, kemudian yang kedua pada kuartal III-1981 dan berlangsung hingga kuartal IV-1982.
Selain itu, China juga menjadi kekhawatiran pelaku pasar. Sebagai salah satu konsumen minyak mentah terbesar dunia, perekonomian China sedang mendapat sorotan akibat kebijakan zero Covid yang diterapkan, selain itu sektor properti juga mengalami masalah, dan tingkat keyakinan pasar yang merosot.
Jika perekonomian China pada akhirnya melambat, maka permintaan minyak mentah tentunya akan menurun.(**)