KABAREKONOMI.ID, – Harga mayoritas obligasi pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) kembali ditutup menguat pada perdagangan Rabu (2/11/2022), di mana investor menanti pengumuman kebijakan suku bunga terbaru bank sentral Amerika Serikat (AS).
Mayoritas investor kembali memburu SBN pada hari ini, ditandai dengan turunnya imbal hasil (yield). Hanya SBN tenor 30 tahun yang masih cenderung dilepas oleh investor, ditandai dengan naiknya yield.
Melansir data dari Refinitiv, yield SBN tenor 30 tahun naik tipis 0,4 basis poin (bp) ke posisi 7,559% pada perdagangan hari ini.
Sementara untuk yield SBN berjatuh tempo 10 tahun yang merupakan SBN acuan (benchmark) negara melandai 6,2 bp menjadi 7,356%.
Yield berlawanan arah dari harga, sehingga turunnya yield menunjukkan harga obligasi yang sedang menguat, demikian juga sebaliknya. Satuan penghitungan basis poin setara dengan 1/100 dari 1%.
Sementara itu dari Amerika Serikat (AS), yield obligasi pemerintah (US Treasury) kembali melandai pada pagi hari ini waktu AS, jelang pengumuman kebijakan suku bunga terbaru bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed).
Dilansir dari CNBC International, yield Treasury berjangka pendek yakni tenor 2 tahun turun 1,7 bp menjadi 4,524%. Sedangkan untuk yield Treasury benchmark tenor 10 tahun turun tipis 0,4 bp menjadi 4,048%.
The Fed akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis dini hari waktu Indonesia. Bank sentral paling powerful di dunia ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 bp menjadi 3,75% – 4%.
Berdasarkan data dari perangkat FedWatch milik CME Group, pasar bahkan melihat ada probabilitas sebesar 47% suku bunga The Fed berada di level 4,75% – 5% pada Februari 2023.
Namun, pelaku pasar tentunya juga menanti kejutan. Tidak menutup kemungkinan The Fed mengendurkan laju kenaikan suku bunganya seperti yang dilakukan bank sentral Australia dan Kanada.
Rasanya masih terlalu dini untuk berekspektasi lebih pada kondisi yang penuh ketidakpastian seperti sekarang ini.
Respons pasar juga masih sangat reaktif terhadap berbagai kemungkinan yang ada termasuk jatuhnya ekonomi global ke jurang resesi dan krisis keuangan yang menjadi momok menyeramkan.