KABAREKONOMI.ID – Nilai tukar rupiah berfluktuasi melawan dolar Amerika Serikat (AS) di awal perdagangan Senin (31/10/2022). Bank sentral AS (The Fed) yang akan mengumumkan kebijakan moneter di pekan ini menjadi perhatian utama
Melansir data dari Refinitiv, rupiah membuka perdagangan dengan melemah 0,11% ke Rp 15.565/US$. Sempat dipangkas ke Rp 15.550/US$, depresiasi rupiah malah bertambah setelahnya menjadi 0,15% ke Rp 15.572/US$ pada pukul 9:08 WIB.
The akan mengumumkan kebijakan moneter pada Kamis (3/11/2022) dini hari waktu Indonesia. bank sentral pimpinan Jerome Powell ini diperkirakan akan kembali menaikkan suku bunga sebesar 75 basis poin menjadi 3,75% – 4%.
Meski demikian, rupiah masih memiliki peluang untuk menguat, sebab pelaku pasar sudah mengantisipasi kenaikan tersebut jauh-jauh hari. Artinya, posisi rupiah saat ini sebenarnya sudah price in dengan kenaikan tersebut.
Rupiah berpeluang menguat seandainya The Fed mengindikasikan akan mulai mengendurkan laju kenaikan suku bunganya. Apalagi, beberapa pejabat The Fed juga mulai mengungkapkan keinginan tersebut, dan bank sentral Kanada (Bank of Canada/BoC) sudah lebih dulu melakukannya.
Presiden The Fed San Francisco Mary Daly adalah salah satu pejabat yang menyuarakan keinginan agar The Fed bisa mengendurkan laju kenaikan suku bunga. Menurutnya, pelonggaran kebijakan diperlukan untuk mencegah ekonomi AS melambat lebih dalam.
“Pasar sudah mem-priced in kenaikan 75 bps lagi. Namun, saya ingin mengingatkan jika kenaikan suku bunga sebesar 75 bps tidak akan selamanya. Kita harus memastikan untuk tidak mengetatkan kebijakan terlalu ketat. Perang, perlambatan ekonomi Eropa, dan kenaikan suku bunga global akan berdampak ke ekonomi AS,” tutur Daly, berbicara dalam sebuah pertemuan yang diselenggarakan Universitas Berkeley California, seperti dikutip dari Reuters.
Sementara itu rabu pekan lalu, BoC menaikkan suku bunga untuk keenam kalinya di tahun ini. BoC bersama The Fed menjadi bank sentral yang paling agresif menaikkan suku bunga guna meredam inflasi.
Tetapi, BoC menaikkan suku bunga 50 basis poin menjadi 3,5%, lebih rendah dari ekspektasi pasar 75 basis poin.
BoC bahkan mengatakan, periode kenaikan suku bunga sebentar lagi akan berakhir, sebab perekonomiannya diperkirakan akan stagnan dalam 3 kuartal ke depan.
Langkah BoC tersebut tentunya memberikan harapan The Fed juga mulai mengendurkan laju kenaikan suku bunganya.
Selain The Fed, rilis data inflasi Indonesia Selasa besok juga akan menjadi penggerak rupiah.
Hasil polling Reuters menunjukkan inflasi pada bulan Oktober tumbuh 6% year-on-year (yoy), naik dari bulan sebelumnya 5.95%. Jika terealisasi, maka inflasi tersebut akan menjadi yang tertinggi dalam 7 tahun terakhir. Semakin tinggi inflasi tentunya akan menekan rupiah, tetapi bisa juga menjadi sentimen positif jika Bank Indonesia (BI) meresponnya dengan kembali menaikkan suku bunga.